Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan

Selasa, 25 Februari 2014

Mengenang Sendok dan Sedotan

http://www.dewilestari.com/wp-content/uploads/2013/12/Dewi-Lestari-cumicumidotcom.jpeg
Di tengah sawah dan hotel mewah di Ubud, saat saya dan beberapa rekan penulis diminta hadir oleh UNAIDS untuk program pengenalan HIV/AIDS. Saya sempat bertanya dalam hati: adakah titik balik di mana virus mematikan itu dapat menjadi akselerator kehidupan? Dan 'hidup' dalam konteks ini artinya bukan berapa lama kita bernapas, melainkan seberapa bermakna kita mampu memanfaatkan hidup, mortalitas yang berbatas ini? Momen serupa saya alami ketika menghadiri peluncuran buku almarhumah Suzanna Murni, seorang aktivis HIV/AIDS yang mendirikan Yayasan Spiritia.

Saya terenyak dan terhanyut membaca buku Suzanna. Pertama, karena otentisitas dan kejujurannya. Kedua, karena Suzanna adalah seorang penulis yang sangat bagus. Dan kembali saya merenung, HIV bisa jadi hadiah terindah yang didapat oleh Suzanna Murni. Dengan mengetahui keberadaan bom waktu yang dapat menyudahi hidupnya setiap saat, Suzanna menggunakan energi dan waktunya untuk membangun, membantu, dan berkarya.

Sementara kebanyakan dari kita menjalani hari-hari seperti mayat hidup yang bergerak tapi mati, ada dan tiada, tanpa makna dan tujuan, tanpa menghargai keindahan dan keajaiban proses bernama hidup. Saya lalu kembali dihubungi oleh UNAIDS untuk menjadi mentor dalam program pelatihan menulis bagi para ODHA. Dan di sinilah untuk pertama kalinya saya berinteraksi dekat dengan teman-teman ODHA. Sejujurnya, saya merasa tidak perlu mencantumkan keterangan 'ODHA', yang seolah-olah memagari mereka dengan saya atau dengan orang-orang lain. Sama halnya seperti saya merasa tidak perlu mengatakan 'teman-teman leukeumia' atau 'teman-teman hipertensi'. ODHA pasti mati, saya yang bukan ODHA juga pasti mati. Bom waktu itu ada di mana-mana. Kematian adalah jaminan, sebuah kepastian. Caranya saja yang bervariasi, hasil akhir toh sama.
Di sebuah penginapan di Karang Setra, saya berkenalan dengan empat peserta program mentoring. Saya mengamati mereka satu per satu, yang kebetulan semuanya perempuan. Satu bertubuh kecil mungil. Dua peserta lain posturnya jauh lebih berisi ketimbang saya. Satu sedang mengandung enam bulan. Tugas demi tugas mereka lakukan dengan cemerlang, bahkan di luar dugaan. Hanya ada satu program yang kami terpaksa batalkan: menulis di kebun binatang. Pada saat itu isu flu burung sedang santer-santernya di kota Bandung, dan demi keamanan kondisi kesehatan mereka, kami memutuskan untuk tidak pergi. Barulah saya merasakan ada restriksi itu, kondisi-kondisi khusus yang membedakan ruang gerak kami. Selebihnya, tak terasa ada perbedaan sama sekali. Di luar dari isi tulisan mereka, tidak ada kesedihan atau keputusasaan yang terungkap.

Tak seperti reklame tentang ODHA yang selama ini beredar dan mengeksploitasi ketidakberdayaan, terkapar kurus kering kerontang menunggu ajal. Saya hanya berkenalan dengan pergumulan mereka lewat apa yang mereka tulis. Dari sanalah saya mencoba memahami beragam proses yang mereka lewati dengan HIV, terutama implikasinya terhadap semua yang mereka kenal keluarga, teman-teman, kekasih, dan seterusnya. Saat kami mengobrol langsung, yang ada hanyalah tawa. Dan saya tersadar, kekuatan itu bisa hadir karena mereka tahu bahwa mereka tidak sendiri. Konseling, penerangan, aktivitas, dan kebersamaan, dapat menyalakan pelita dalam diri mereka untuk menjadi kekuatan dan bukan menjadi yang terbuang.

Pada malam terakhir pelatihan, salah satu fasilitator berulangtahun dan merayakannya di restoran di Dago Pakar. Sebagaimana hari-hari mentoring, kami asyik mengudap sambil menghadap ke lembah kota yang menyala pada malam hari. Sambil mengobrol dan ketawa-ketiwi, kami mencicip-cicip makanan dan minuman satu sama lain. Hingga kami berpisah, saya kembali ke rumah, dan tiba-tiba telepon genggam saya berbunyi. Sebuah pesan masuk: Mbak, makasih ya buat malam ini. Kami terkesan sekali Mbak mau berbagi sendok dan sedotan dengan kami karena ortu saja belum tentu mau.

Terima kasih sudah menambah kepercayaan diri kami. Lama saya terdiam, memikirkan apa gerangan yang telah saya lakukan. Momen sepanjang di restoran itu rasanya berlalu wajar-wajar saja. Lama baru saya ingat, dalam acara saling coba-cobi tadi, saya telah menghirup minuman dari gelas memakai sedotan yang mereka pakai, lalu mencicip es krim dengan sendok yang mereka pakai. Lama saya termenung, mengenang sedotan yang sekian detik mampir di bibir saya, mengingat sendok yang sekian detik menghampiri lidah saya. Betapa hal kecil yang saya lewatkan begitu saja ternyata menjadi perbuatan besar dan berkesan di mata mereka. Dan barangkali demikian pula halnya dengan rangkaian keajaiban dalam hidup ini. Sering kita berjalan mengikuti arus tanpa sempat lagi mengamati keindahan-keindahan besar yang tersembunyi dalam hal-hal kecil yang kita lewati.

Kita menanti perbuatan-perbuatan agung yang tampak megah dan melupakan bahwa dalam setiap tapak langkah ada banyak kesempatan untuk melakukan sesuatu yang bermakna. Jika saja virus itu tidak ada dalam darah mereka, perbuatan spontan saya tidak akan berarti. Saya mungkin tidak akan dikirimi pesan itu, dan saya tidak akan merenungi hal ini. Pertanyaan saya di Ubud terjawab dengan sebuah pengalaman. Pada satu titik, virus itu telah menyentuh hidup saya. Menjadi akselerator kehidupan saya. Bukan untuk memperlama denyut jantung, tapi mengajarkan saya bahwa hidup itu amat berharga dan selalu kaya makna, andai saja kita memilih untuk mengetahuinya. Suzanna Murni tahu hal itu. Demikian pula para peserta mentoring tadi. Saya hanya berharap mereka terus mengingatnya, demikian juga kita. Pesan singkat itu dikirim tanggal 13 Mei 2006, dan masih saya simpan hingga hari ini.

(DEWI LESTARI)

Senin, 24 Februari 2014

Si Kabayan Jadi Hakim

sebenernya sih ini drama, tapi kok malah cerpen, alah gak apa apa lah, hehehehe
Si Kabayan Menjadi Hakim
 http://profile.ak.fbcdn.net/hprofile-ak-snc4/49541_100000448357879_8599_n.jpg
Aki sahri membawa ikan emas yang besar, membawa alat terus memanggil Nini unah.
Aki sahri    : Nini !nini! lihat kesini, aki membawa apa ?
Nini unah datang dari dalam rumah
Nini unah   : wah, ikan emas ! hasil memancing ini the. Aki ?
Aki sahri    : iya, memang apa lagi ? gak mungkin beli, ini buktinya, pancingan dan sisa umpan
Nini unah   : sudah lama kita tidak memakan ikan emas, kita goring saja ya aki? Sampai garing, kebetulan masih punya minyak
Aki sahri    : mau juga dipepes, nini, seperti tidak biasa ikan mas besar, kalau digoreng tidak mau garing
Nini unah   : jangan sok tau sama perempuan mending digoreng biar cepat, mudah lagi, tinggal di cuci, tinggal dipotong, kasih garam sama asam, langsung digoreng, tidak seperti dipepes harus ambil daun pisang dulu, lama kan perut udah lapar !
Aki sahri    : mending dipepes ! dalemannya dipisahkan lalu dipepes sama nasi, katanya harus metik daun biar saya yang metik.
Nini unah   : mending digoreng, dasar aki aki
Aki sahri    : dasar nenek nenek malas !
Nini unah   : ih siapa yang malas ?
Aki sahri    : emang bener malas, disuruh pepes ikan juga gak mau,apa susahnya ? tinggal dibungkus pake daun terus dimbun pake abu !
Nini unah   : abunya juga dingin ?
Aki sahri    : apa susahnya tinggal nyalain api, sekalian masak nasi, kayu bakar banyak beras ada, sekali kali bikin senang suami
Nini unah   : iya, situ senang saya disini kecapean
Aki sahri    : pokoknya kata saya pepes, pepes ! dimana mana juga seorang suami harus taat pada suami
Nini unah   : suaminya saja mau menang sendiri, tidak sayang istri, terus saja ngasih kerjaan ! nyeduh kopi, masak nasi, cuci baju, cuci piring, hidup belum merasakan kesenangan
Aki sahri    :itu malah cerita yang enggak enggak, kalau bilang kecapean apalagi saya lebih cape, setiap hari banting tulang harus mencari nafkah, kamu mah sudah tau ada tidak perlu keluar rumah
Nini unah   : banting tulang bagaimana ? tetap saja susah

Lagi begitu datang si kabayan dan nyi iteung lewat mendengar orang yang bertengkar, mereka lalu menghampiri

Kabayan    : ada apa ini rame sekali ?
Aki sahri    : ini kabayan, nini nini kurus Cuma disuruh pepes ikan gak mau !
Nini unah   : kamu kakek kakek kurus ! malah lebih kurus, kuruuus banget
Nyi iteung  : sudah sudah ! mempermasalahkan apa sebenarnya
Aki sahri    : saya pulang mancing, kebetulan dapat ikan emas besar, saya mau dipepes, sebab kata orang ikan emas lebih enak dipepes pake bawang, pake salam, pake sereh, dan pake kemangi, dalemannya dipisah, dipepes pake nasi !
Nini unah   : digoreng juga enak, sampai garing
Aki sahri    : tuh kan kabayan dasar nenek nenek pemalas, ! mau mudah saja tinggal masukin saja ke dalam minyak panas
Nini unah   : aduh, udah bilang malas lagi !
Aki sahri    : kan benar, mana begitu juga malas betul tidak kabayan ?
Kabayan    : sudah sudah ! stop stop, malu kan sudah pada tua, ini gara gara ikan kurang ajar, supaya tidak terus terusan, bagaimana kalau begini sekarang mah..
Aki sahri    : ini bagaimana, kabayan ?
Kabayan    : agar tidak bertengkar lagi lebih ikan mas ini kita, kalau sudah tidak ada aki dan nini tidak bertengkar lagi, ibarat penyakit, kalau sudah dibuang penyakitnya langsung sembuh
Nini unah   : Benar juga kek, kata si kabayan..
Kabayan    : gak mungkin salah kabayan…
                   Apa artinya ikan mas ? mau digoreng atau di pepes, gak mungkin enak kalau buat pertengkaran…
Aki sahri    : iya, yah kabayan, Cuma gara gara ikan mas aki dan nini jadi bertengkar, iya lebih baik dibuang, ya nek, ikan kurang ajar..
Nini unah   : benar, mending buang sampai jauh jauuuh,. Jauuuh..
Nyi iteung  : kalau urusan buang ikan biar saya urus. Nini dan aki diam saja dirumah, percayakan ke saja, saya buang jauh….jauh… supaya tidak bisa pulang lagi kesini
si kabayan dan nyi iteung pun pergi dan berpura pura membuang ikan tersebut, tetapi mereka malah 
membawa pulang ke rumah dan menggorengnya :D

Kamis, 20 Februari 2014

Lagu Lagu Lugu


LUGU, umurnya baru 17 tahun, penampilannya low profile, Tapi soal membuat lagu ia jagonya ia sangat suka dengan musik, Lugu sudah membuat 49 lagu selama duduk dibangku SMA ia mewarisi bakat kakeknya yang suka bermain musik, walaupun kadang orang tuanya dan teman temannya belum mengakuinya, herman ayahnya hanyalah seorang buruh pabrik, dan ibunya ani adalah seorang ibu rumah tangga, Lugu adalah seorang anak satu satunya yang sangat disayangi mereka,.

“Bu, Lugu Pergi ke sekolah dulu ya”
“Iya Nak, hati hati ya”

Lugu bersekolah di SMA Garuda Raya, Ia Duduk Dibangku kelas tiga, Saat Sekolah Penampilannya sederhana tapi rapih, tidak seperti teman temannya yang berpenampilan seperti Preman, memang sih para wanita lebih menyukai penampilan teman temannya yang seperti preman daripada Lugu yang berpenampilan rapih.

“Hei bocah ingusan,.. hahaha” teriak teman temannya padanya
“Hei… “ sahut lugu dengan senyuman, mereka memang sudah terbiasa dengan ejekan teman temannya, tapi ia hanya bisa tersenyum.

Lugu berjalan ke kelasnya, tapi  
*brak
Aldi menabraknya dengan sengaja, dan Lugu Terjatuh dengan bukunya berserakan
“Hei kalau lari lihat lihat dong” teriak lugu dengan kesal
“Loe aja yang ngalangi jalan gue” bantah Aldi

Lalu Rima datang membantunya, wanita cantik yang duduk di bangku kelas 11,suka mengenakan jilbab memang menaruh hati pada Lugu, walaupun Lugu tidak pernah meresponnya.

“Kamu Tidak apa apa”
“iya tak apa apa”
“Sini aku bantu berdiri”
“Tidak usah terima kasih”, mereka saling memandang dan tersenyum.

“Nanti istirahat kita ke kantin yuk” ajak Rima
Lugu hanya terbengong sambil memandang Endah, cewek idamannya yang sedang berjalan di sampingnya.
“Hey,. Lugu mau gak ?” Jelas Rima lagi, yang serentak mengagetkan Lugu.
“Hah, apa kamu bilang tadi, aku tidak dengar, hehehe”
“iiih,. Nanti istirahat kita ke kantin bareng yuk”
“oh., hahah boleh boleh, istirahat ya”
“Ya di tunggu ya”

Mereka pun masuk ke kelasnya masing masing,

Saat di kelas Lugu sering membuat bait bait lagu ciptaannya sendiri, ya untuk mengisi waktu luang yang kosong, memang di kelas lugu sekarang guru mata pelajarannya tidak masuk, karena sakit. Tapi saat dia sedang serius membuat bait lagu, Aldi, rio, dan Jaka, anak anak nakal itu selalu merebutnya dan membacanya di depan kelas, sering sering mereka mengejek lagu lagu Lugu. Walaupun ada rasa malu dalam diri Lugu, tapi ia menyikapinya dengan positif, ia berpikir mungkin dengan dibacakannya begitu semua orang pasti tau, bahwa lagu lagunya memang bagus.

“Ngimpi banget ni anak, loe pikir loe bisa jadi pencipta lagu terkenal gitu, hahaha” ejek Aldi
“hahaha,.  Lebay banget ni kata katanya” tambah rio lagi
“Sobek aja dah..”

*Srek,. Suara sobekan itu, seperti rasa Lugu ketika kertas lagunya mereka Sobek, dalam hati Lugu memang terkumpul amarah yang ingin ia lontarkan, ingin rasanya ia memukul mereka dan mengajak berantem mereka, tapi ia selalu ingat pesan orang tuanya, janganlah kamu bertengkar di sekolahan walaupun kau merasa benar tapi tetap kau terkena kesalahannya. Lugu hanya bisa pasrah saja tanpa bisa berbuat apa apa. Untung saja ia masih ingat bait lagunya tadi

Kringgg… bel istirahat pun berbunyi, Lugu segera ke kantin sekolah karna janjinya dengan rima. Tapi ia malah berhenti sejenak, dan melihat Endah sedang duduk di taman sendiri, Lugu menghampirinya dan ingin mengajak ngobrol endah, tapi ia sangat malu.

“Ngapain loe kesini” ucap Endah dengan nada marah, endah memang tidak suka dengan Lugu karna dia pikir, Lugu adalah anak yang culun, dan tidak punya masa depan
“ ee.. tidak apa apa, sendirian aja” balas Lugu dengan sedikir grogi.
“ia emang kenapa, sudah sana pergi, nanti kalau pacarku tau, nanti malah disangka yang enggak enggak lagi”
“boleh ngobrol sebentar tidak”
“ udah sana pergi…” Endah mengusir Lugu

Lugu pergi dan hanya bisa menatap endah dari kejauhan, di dalam pikirannya sudah terancang lagu ciptaannya lagi, ia mencari bangku yang kosong, lalu menulis Lagu.
Ia Lupa dengan janjinya dengan Rima.

Di kantin Rima menunggu dengan sabar, di dalam hatinya selalu berkata, “apa ia lupa dengan janjinya atau ia memang berniat tidak mau bertemu denganku” ia lalu pergi meninggalkan kantin dengan wajah kecewa, karna sebentar lagi bel masuk kelas.

Saat sedang menulis lagu, ia teringat dengan janjinya dengan rima, “aduh mati aku, sialan aku lupa” ia bergegas pergi ke kantin, berharap rima belum pergi dan marah padanya.
Benar saja, ia sudah tidak ada di kantin sekolah. “marah gak ya di padaku” ucap Lugu dalam hati

Pulang sekolah Lugu segera menemui rima, dan meminta maaf padanya, dengan alasan dia sedang banyak tugas di kelas, tapi sebenarnya Rima sudah tau, kalau dari tadi di kelasnya sedang tidak ada guru, dan berpikir pasti ia sedang bersama Endah wanita idamannya. Rima hanya bisa tersenyum “ia tidak apa apa kok” ucap Rima dengan nada kecewa.

Di rumah, lugu sudah bersiap dan mencoba Lagu ciptaanya yang ia ciptakan tadi untuk Endah, tentu dengan Gitar kesayangannya pemberian kakeknya. Sedang sibuknya ia mengurus lagunya. Sahut ibunya memanggil

“Lugu, sini bantuan ibu, daripada gonjrang ganjreng gitar, mending bantuin ibu nyuci”
“iyaa ibu, sebentar saja,”
Lugu menaruh gitarnya dan segera membantu ibunya,
Akhir akhir ini Lugu memang jarang belajar lebih suka bermain dengan gitarnya dan membuat lagu lagu ciptaannya sendiri, terkadang ibunya menegur anaknya agar ia belajar dengan giat supaya lulus dengan nilai terbaik, ayahnya pun suka menegurnya juga. Ibunya berpesan agar ia bisa menjadi penerus hidup keluarganya dan tidak susah seperti ayah dan ibunya. Malam itu ibunya menegur anaknya karena sebentar lagi Ujian Kelulusan akan di adakan tapi Lugu malah membuat lagu lagu.

“nak, Sebentar lagi kan Ujian Kelulusan, belajar gih sana”
“iya bu, tapi setelah lagu ini selesai”
“Lagu terus yang kamu pikirkan, kapan suksesnya” sahut ibunya dengan nada yang agak sedikit kesal
“tapi kan bu..”
“udah, kamu belajar sana, apa kamu tidak prihatin sama orang tuamu, kapan kamu bisa sukses hanya dengan membuat lagu lagu yang tidak penting, apa kamu juga bisa sukses”
“iya bu, tapi kan banyak orang orang yang membuat lagu bisa sukses”
“iya Gu, tapi kan mereka memang beruntung, mereka sukses karna punya teman teman dengan para pembuat lagu yang professional, jadi mereka tidak susah susah kesana kemari untuk menjadi sukses”

Lugu hanya bisa terdiam, dan ibunya pergi untuk segera tidur. Jam 3 pagi, ia terbangun dan berniat untuk sholat tahajud, meminta petunjuk kepada Allah SWT. Jam 5 pagi ia juga tidak lupa untuk sholat subuh, setelah selesai, ia menyiapkan pensil, penghapus, dan papan dada untuk disiapkan UK nanti.

Ujian Kelulusan telah tiba, Lugu terlihat kesusahan dalam mengerjakan soal soal UK. Disaat mengerjakan soal soal, ia melamun sejenak, memikirkan perkataan ibunya tadi, “ apa benar seorang pembuat lagu tidak bisa sukses” Lugu kadang memikirkan masa depannya nanti apakah ia bisa membahagiakan orang tuanya dengan lagu lagu ciptaannya yang tidak berguna. Dalam lamunannya ia sontak terkejut dengan bel berbunyi tanda Ujian telah selesai, lugu cepat cepat menyelsaikan soalnya yang tinggal 10 lagi. Lugu hanya bisa pasrah kepada Tuhan.

Ujian Kelulusan telah berakhir, dan Lugu lulus dan hanya menduduki peringkat 18 dengan nilai rata rata 6,9. Sebuah hasil yang sangat membuat kecewa orang tuanya. Lugu menyesal telah membuat sedih dan kecewa orang tuanya, tapi disaat ia sedang bersedih, ia selalu di temani dengan Rima, sahabatnya dan Lugu bisa tersenyum sebentar.
Mereka lalu pulang bersama, di jalan mata Lugu tertuju pada sebuah pengumuman tentang audisi ciptaan lagu terbaik, ia sangat gembira sekali dan berniat untuk mengikuti audisi tersebut karna mungkin itulah pentunjuk dari Allah untuk masa depannya, tapi niat itu hampir pudar, karna untuk mengikuti audisi tersebut harus membayar 500.000 untuk biaya pendaftaran, tapi sebanding dengan hasilnya yaitu untuk juara pertama mendapatkan hadiah 100 juta rupiah dan berkesempatan menjadi pencipta lagu penyanyi terkenal.
Ia dengan giat bekerja membantu ayahnya dan sesekali ia menyisihkan uang pemberian ayahnya dan hasil kerja membantu ayahnya menjadi buruh pabrik. 2 minggu ia bekerja dan mengumpulkan uangnya, audisi itu sehari lagi telah tiba, tapi Lugu kembali bersedih dan hatinya bercampur aduk dengan penuh rasa kecewa, karna uangnya hanya terkumpul 300 ribu masih kurang 200 ribu lagi, Lugu tidak mungkin meminta kepada orang tuanya, karna ia sudah mengecewakannya kemarin.

“Nih, aku punya uang 200 ribu pakai saja” serentak Lugu terkaget, karna yang ingin memberi uang itu adalah Rima.
“eh, rima tidak usah makasih, aku bisa minta ke orang tuaku saja”
“ah tidak apa apa, aku juga tau kalau kamu tidak mungkin mau meminta kepada orang tuamu, karna aku tahu sifatmu”
“tapi apa tidak apa apa uang sebanyak itu kamu berikan padaku”
“sudah tak apa apa, ambilah aku kan orang kaya, hehehe” ucap Rima dengan nada bercanda
“tapi aku kan belum tentu bisa menang..” balas Lugu dengan nada grogi
“ssst,,, sudahlah”

Lugu pun menerima uang itu, dan dalam hatinya bertekad kalau dia bisa memenangkan audisi itu agar tidak membuat orang tua dan sahabatnya kecewa,

Lugu memeluk Rima dan mencium rima, sontak rima merasa malu tapi juga merasa senang, karna orang yang selama ini ia suka telah memeluknya

“terima kasih ya, aku akan berusaha,.. sampai jumpa, jangan lupa nonton ya” Lugu pergi meninggalkan Rima,
Rima bergegas untuk pergi menghadiri audisi tersebut dan berdoa agar Lugu bisa memenangkan Audisi tersebut.

Lugu bersiap dan telah berpenampilan rapih, tidak seperti biasanya kali ini Lugu berpenampilan tidak seperti orang culun, karna dia tau kalau Rima akan datang, ia tidak mungkin berpenampilan seperti biasanya, ibunya terheran heran,. Dan bertanya.

“kamu mau kemana Lugu
“kemana aja boleh” ucap lugu dengan nada bercanda
“ eis, ni anak kalau ditanya”
“Lugu pergi dulu yang bu, doakan agar Lugu berhasil”
“ berhasil apa” ibunya masih terheran heran, mau kemana anak ini ?
“Assalamu’alaikum”
“Waalaikum salam”

Di dalam audisi, ia sibuk mau membawakan lagu mana yang special dan terbaik, karna audisi tersebut di haruskan membawa kan 2 lagu dan 1 lagu terbaik.
Lugu teringat lagunya yang spesial untuk Endah, tapi ia mengubah nya dan lagunya tersebut ia tujukan kepada Rima, yang lambat laun Lugu sudah mulai Mencintainya.
Satu demi satu peserta audisi telah tampil termasuk Lugu membawakan lagu ciptaan mereka masing masing, dan menyeleksi para peserta. Dan datanglah puncak ketegangan yaitu pengumuman pemenang audisi.

“Untuk juara tiga, jatuh kepada…   Anda nursetya”
“Untuk Juara dua, jatuh kepada..  Naila anggraini”
Jantung Lugu memang sedang tidak karuan, tangganya bergetar sambil memegang tangan Rima, tangannya dingin dan kepalannya kuat, karna dari juara 3 dan 2 tidak muncul namanya.
“ya,. Kita sekarang umumkan juara pertama kita, Siapakah orang yang beruntung memenangkan hadiah 100 juta rupiah dan mengubah nasib orang ini.. Juara pertama jatuh kepada….” Teriak Pembawa acara membuat badan lugu ingin pingsan.
“ yak.. juara pertama jatuh kepada Lugu Herman”

Sontak Lugu kaget, bahagia sekaligus tidak percaya , bahwa ia berhasil memenangkan audisi yang diikuti 40 peserta tersebut. Lugu maju kedepan. Dan menerima hadiah sebesar 100 juta tersebut, orang tua Lugu tiba tiba datang tanpa sepengetahuan anaknya, karna diam diam Rima menyuruh orang tua lugu untuk datang dan melihat anaknya bisa menjadi orang luar biasa, sedih bercampur haru yang orang tua lugu rasakan.

“terima kasih kepada ayah dan Ibu, yang telah mendukung saya,”
“saya ingin tau siapa sih inspirasi Anda, untuk membuat Lagu lagu yang begitu luar biasa” Tanya pembawa acara.
“Lagu yang pertama saya ciptakan dari pengalaman hidup saya sendiri, yang kedua inspirasi saya adalah orang tua saya, dan terakhir itu adalah lagu ke 50 yang saya ciptakan special untuk Rima”

Rima kaget atas apa yang disampaikan lugu, ia tidak menyangka kalau lagu terbaiknya terinspirasi oleh nya, di dalam hatinya apakah mungkin ia merespon perasaan hati saya.

“wow luar biasa sekali, ya terima kasih kepada saudara lugu, nanti untuk lebih lanjutnya kita bicarakan di belakang”

Lugu turun di panggung, dan langsung memeluk ibu dan ayahnya, ibu tidak percaya bahwa selama ini lagu lagu anaknya yang di anggap tidak berguna ternyata memiliki manfaat yang tak terduga. Setelah memeluk ibunya. Lugu menghampiri Rima.

“Terima kasih ya, selama ini kamu telah membantu saya”
“ya sama sama” kali ini Rima yang sedikit grogi
Dengan gugup Lugu, memberanikan diri untuk mengatakan isi hatinya
“maukah kau menjadi kekasihku”
Sontak rima terkaget, dan tanpa basa basi, Rima menerimanya.

-KESUKSESAN BISA BERAWAL HOBI YANG KITA MILIKI, SELAMA HOBI KITA TIDAK MERUGIKAN ORANG LAIN DAN BERSUNGGUH SUNGGUH UNTUK MENJADI HOBI KITA MENJADI MANFAAT-

Senin, 17 Februari 2014

Sarung Serba Guna Dan Berhasil Guna

http://3.bp.blogspot.com/-PtWnFlWv0pM/UCHb1aE_qvI/AAAAAAAAA_Y/P_RVF2gxxKU/s320/muslim-kartun-5.jpg
      Hari menjelang senja, matahari diufuk barat tampak redup dalam cahaya kuning kemerahan. Dari sebelah barat tampak tiga anak laki-laki berjalan bersama empat anak perempuan.
Setiap sore menjelang maghrib mereka selalu pergi ke mesjid untuk belajar mengaji. Sore ini Darmana dan teman-temannya akan mendengarkan ceramah pendidikan akhlak, pemicaranya adalah bapak ustad Nurmajid .
     Ada tugas yang merka laksanakan di mesjid , yaitu mencatat setiap ceramah kemudian diserahkan kepada guru pendidikan agama di sekolah mereka. Dengan demikian ada hubungan antara pendidikan agama di sekolah dengan kegiatan di mesjid
     Setelah selesai kegiatan di mesjid, satu persatu anak-anak keluar keluar mesjid. Mereka yang sudah keluar menunggu temannya yang masih berada di mesjid. Sudah menjadi ketentuan bahwa anak laki-laki wajib menjemput dan mengantar anak-anak perempuan. Mereka  dibagi ke dalam beberapa kelompok, setiap kelompok sudah diserahi tugasnya masing-masing
     Sekitar seratus meter didepan mereka terdengar suara teriakan sejumlah orang. Mereka berteriak sambil berlari. “Maling Motor!” teriak mereka berulang kali. Darmana dan teman-temannya juga mendengar suara motor yang sedang menuju ke arah mereka. “Kalau begitu kita siap untuk mencegatnya “ kata Darmana. “Aku dan Jarnaka akan mencoba menahan pencuri itu, kemudian Darmana melepaskan sarungnya
     Darmana kemudian memilin sarungnya sehingga menjadi sebuah tali gelang yang kuat. Ujung sarung yang satu diberikan kepada Jarnaka. Dia sendiri memegang ujung sarung lainnya dengan ketat sekali
     Suara motor dan teriakan semakin dekat, Darmana dan Jarnaka bersiap melakukan sesuatu yang disaksikan oleh teman-temannya. “ Satu...dua…tiga!” kedua anak itu berlari sambil membentangkan tali berupa sarung tadi menyongsong motor yang dilarikan si pencuri. Braaaak! Terdengar suara benturan keras di keremangan jalan yang sepi, Buuuuuk! Disusul oleh oleh suara sesuatu yang jatuh diatas jalan. Usaha kedua anak itu untuk menghentikan si pencuri motor tampak berhasil dengan baik. Walaupun  keduanya turut terhempas ke belakang dan jatuh terjajar ke sisi jalan. Tambang dari sarung telah berhasil menjatuhkan si pencuri motor, tubuh si pencuri sempat melejit ke udara dan jatuh dengan kepalanya membentur jalan. Para pengejar berhasil menangkap pencuri yang belum sempat melarikan diri

Minggu, 16 Februari 2014

Petualangan Si Mumu

http://wawanwalaka.files.wordpress.com/2010/10/ikan.jpg
SI MUMU adalah seekor anak ikan mujahir yang bandel,tapi cerdik.Iasering tidak mempercayai nasihat emaknya.Seperti ketika ada orangsedang memancing di pinggir danau tempat tinggalnya.Kata emaknya, manusia itu sedang menipu ikan dengan umpanm,’’SATE CACING’’.Mumu tidak percaya pada ucapan emaknya. Setelah di beri tahu oleh Pak Tawes,baru ia percaya.

    Emaknya si Mumu,seekor induk Mujahir  besar dari dalam lubang persembunyian.Keningnya berkerut saat melihat anaknya baru pulang,setelah senja hamper turun.
     Kini, pandangan mata induk mujahir menjadi teduh.Sambil mengangguk – angguk,ia pun kembali menanyai anaknya.
      Mata induk mujahir kembali terbelalak.ia menggeram.Aanknya,Si Mumu d ianggap sangat bodoh.Anaknya itu memang masih lugu,karena belum berpengalaman.Yang dianggap makhluk baik dan dermawan itu sebenarnya hanyalah penipu ulung!Makhluk itu bernama manusia.Manusia itu makhluk yang cerdik dan licik.Anaknya yang masih lugu tentu tertipu.
      Manusia hanya berpura – pura baik, dengan memberikan secara Cuma – Cuma. Padahal sebenarnya, makanan itu hanya jerat untuk menangkap bangsa ikan.Manusia itu seperti ikan lele dumbo berkepala ikan mas!
       Si Mumu menggerakan bola matanya kearah mulut emaknya.Ia terkejut saat melihat mulut emaknya robek.Hati Mumu penuh tanda Tanya.
        Induk mujahir bukan main kesalnya.Anaknya dianggap benar – benar tolol.Ia tidak bisa membantah.Dulu pun iabersikap seperti anaknya,susah diatur.Ia tidak menyangka,anak – anaknya pun bersifat seprti dirinya.Bahkan anak sulungnya,si Muna sudah menjadi korban,akibat tidak mau mendengar nasihatnya.
     Sekali lagi,Mumu  tidak  merasa  ngeri. Ia justru  tersenyum. Ia berfikir gak lain,
     Emak  si Mumu  menggeram  di buatnya . Anak  nya  dianggap  benar – benar bandel .
     Emak  mujahir  hampir  putus  asa.  Mumu benar – benar sulit di beri tahu.Ucapan emaknya selalu di bantah.Anak itu memang bandel.Dia tidak mau di betri tahu.Pantah banyak ikan jadi santapan manusia karena ikan – ikan itu sendiri bodoh, tidak mau belajar,tidak mau mencari pengalaman, tidak mau sekolah!
     Pada mulanya mumu merasa ngeri.Namaun otak cerdiknya membuahkan sebuah pertanyaan,dari mana emaknya mengetahui semua itu? Bukankah emaknya belum pernah mengalami? Ah jangan – jangan emak berbohong!
      Emak mujahir menarik nafas .Anaknya benar- benar susah diberi tahu.Tapi,anak itu memang cerdik.Ia belum percaya kalau pernah mengalaminya sendiri.
     Mumu masih berpikir,emaknya itu telah bercerita bohong kepada dirinya.Emaknya hanya ingin melarang dirinya bermain keluar.Ia sudah meliht dengan mata kepala sendiri,kebaikan manusia yang membagikan sate cacing dipinggir danau.
     Sebenarnya Mumu sangat malas makan siang.Ia hanya ingin makan sate caing!
     Emak mujahirtibak menyahut,.Ia menepuk punggung anaknya dengan tangan siripnya dan mengajaklnya menuju ke meja makan yang terbuat dari batu cadas.
     Tidak lama kemudian emak mujahir dan Mumu sudah tiba di depan meja.Kedua ibu dan anak itu langsung menyntap makanan seadanya yang tersedia di atas meja makan.
      Mumu yang di benaknya selalu berpikir tentang sate cacing,tidak begitu bersemangat menikmati hidangan lumut.Namun,emaknya terus membujuknya agar mau makn.Emaknya kemudian berjanji,akanb mencari sate cacing untuk Mumu.
     Kedua ibu dan anakitu pun kemudian menikmati lumut hijau.Meskipun Mumu kurang suka makan lumut,tapi hidangn didepan matanya ludes juga.Ah, lumut hijau banyak mengandung gizi.
      Tidak  lama  kamudian  senja  pun turun. Suasana air di danau itu  tampak  temaram. Namun  masih  banyak  ikan yang berenang  kian kemari. Bahkan , beberapa ekor ikan lele kasir baru mulai keluar  untuk mencari makan.

Sahabatku Orang Tua Asuhku

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEguST6yg8Bb5nenXVzqyzqPio-E9331CMN6a5PCbGl4Kr-xP1f8iKV4LuvT_uwTgSIxN2QPIVvFk1bE2Tuxrb0glYC_iw-SkrHrwGy9jBrhm9NpkjqSlFC2Lf6nNachdz2dwvlX71cp2wlr/s320/Kata-Mutiara-Bijak-Untuk-Sahabat.jpg 
Hari itu hari Minggu,langit di atas sana tampak kebiru-biruan.Udara pegunungan yang sejuk menghembus perlahan,sehingga daun pepohonan perdu bergoyang.Berepa burung layang-layang tampak bekejaran di angkasa.
Nan jauh di ujung sebuah kota kecil,tempatnya di sebuah halaman rumah yang berada di komplek perumahan cempaka,Kabupaten Garut,seorang Laki laki sedang bercengkrama dengan seekor burung piaraannya.
 
"Nah,teruslah bernyanyi burung yang manis!’’Kta anak itu sambil tertawa kecil.
Mendengarnya tuanya menyuruh bernyanyi,burung tekukur nitu pun segera bersuara.Pantas saja anak itu tersenyum bangga sebab suara burung tekukur itu sangat merdu.
"Mengapa di suruh bernyanyi terus,Palwa?apakah sudah di bersihkan kandangnya?’’tanya seorang Gadis remaja di dalam rumah.
Ternyata,anak Laki-laki yang sedang bermain dengan burung tekukur itu bernama Palwa.Sebenarnya,Plwa adalah nama panggilannya saja.Nama aslinya adalah GANJAR PALWAGUNA.
Ketika seseorang menegurnya dari belakang,Palwa segera melirik seraya menjawab.
"Oh rupanya Kak Ranis !’’seru Palwa.Tuh sudah saya bersihkan,kak!’’Lanjutannyan seraya mengangkat kandang burung.
Kak Ranis adalah kakaknya palwa.Nama aslinya Rengganis.Nmun,Palwa selalu memanggil dengan panggilan Kak Ranis saja.
"Makanan dan minuman sudah kau ganti juga?’’tanya Kak Ranis lagi.Ia di sebelah kanan adiknya.Mata kak Ranis yang bulat itu mengamati makanan burung.
"Ha...ha...ha...,Kakak ini bercanda saja!burung tekukur ini dari tadi bernyanyi terus.Hal ini menandakan bahwa ia telah memperoleh makanan dan minuman yang baru!’’seru Palwa sambil tertawa lebar.
"Benar juga.Wah,kau sudah hafal betul mengenai  keinginan burung rupannya’’puji Kak Rani.’’alhamdulillah,mungkin setiap hari saya selalu mengurus burung tekukur kita ini,’’jawab Palwa.

Tidak terasa hari pun telah beranjak siang.Matahari telah tepat di atas kepala,sehingga sinarnya terasa menyengat kulit.Untung,udara di sekitar rumah kuta terasa semilir,sehingga keadaan sekitarnya tidak terlalu panas.

Palwa dan kak Ranis terlihat sibuk mengerjakan tugas sehari-harinya.Memang mereka termasuk anak-anak yang rajin dan sangat berdisiplin.Setiap pekerjaan yang menjadi tanggung jawab mereka berdua selalu di selesaikannya dengan cepat.

"Menyapu halaman sudah,membersihkan kandang burung juga sudah.Lalu,pekerjaan yang belum saya kerjakan apa ya?’’Kata Palwa seraya mengerutkan keningnya.
"Mengepel lantai rumah!’’seru Palwa.
‘’Sudah,’’sahut Palwa lagi.
‘’tuga-tugaskakak juga semua sudah selesai di kerjakan.Jadi,kita sekarang mengobros saja sambil menunggu ibu dan ayah pulang dari kondangan,’’kata Kak Ranis seraya melirik kepada adiknya.

Beberapa saat lamanya ,Palwa dan kak Ranis mengobrol.mereka duduk-dudukdi beranda depan rumahnya. 
‘’Palwa sekarang kamu telah duduk di kelas 1V.jadi,lebih giat belajar agar prestasimu semakin baik,’’kata kak Ranis.

Palwa tidak menjawab,ia hanya mengangukan kepalanya.
‘’Kakak juga sekarang telah duduk di kelas 1 SLTP.Buku-buku yang Kakak pun semakin bertanbah.
‘’Wah,rupanya kakak telah bosan mengajari saya,ya!’’seru Palwa engan nada cemas.
‘’Bukan begitu,tetapi kamu harus dapat belajar sendiri!’’sela kak Ranis seraya menepuk pundak Palwa.  

Wajah Palwa yang tadi agak cemas,sekarang berubah menjadi cerita kembali.Matanya pun tanpa berbinar-binar menunjukan harapan yang besar terhadap bantuandari kak Ranis..Kak Ranis pun tersenyum kecil melihat kelakuan adiknya itu.
Sesat lamanya ,Palwa dan Kak Ranistermenung,saat itu,dari mesjid tengahkomplek perumahan Cempaka terdengar suara adzan mengalun dengan merdu dan penuh kekhususan.
‘’Nah,telah waktunya sholat Ashar!Ayo kita sholat berjamaah!’’ajak Kak Ranis seraya bangkit dari duduknya.
Palwa pun bangkit dari kursinya.Ia mengikuti Kak Ranis masuk ke rumah.Mereka tampak bersiap untuk menunai shalat Ashar berjamaah.

Setelah menunaikan shalat Ashar berjamaah,Kak Ranis dan Palwa bercengkrama kembali di  beranda depan.Dari ujung jalan terlihat Ayah dan Ibu mereka sedang berjalan bersama orang tua lainnya.
‘’Tuh,Ayah dan ibu telah pulang!’’seru Palwa seraya berdiri dan berlari ke halaman.
‘’Asslamu’alaikum!’’seru Ayah dan Ibu sambil mendorong pintu halaman.
‘’Wa’alaikum salam!’’sahut Kak Ranis dan Palwa serentak.

Ayah Palwa bernama Pak Darma Kusumah \,sedang ibunya bernama bu Fatihan.Orang-orang di komplek selalu memanggil mereka dengan panggilan pak  Darma adalah seorang guru sekolah dasar dan bu Fatimah adalah ibu rumah tangga yang baik.
‘’Kok sampai sore hari,Bu,Ayah !’’kata Palwa sambil mencium tangan ayah dan ibunya.
‘’Tadinya Ayah akan segera pulang,namun di sana banyak sahabat Ibu dan Ayah.Jadi,kami mengobrol dahulu,hitung-hiy\tung melepas kerinduan kepada para sahabat!jawab Pak Darma.
‘’kalau tidak begitu, ibu merasa. Ya…, acara demikian mirip reuni seklahan!’’ sahut bu empat pula.

Pak darman, bu empat, kak ranis dan palwan segera memasuki rumah. Beberapa saat kemudian, mereka tampak berbincang bincang di ruang keluarga sambil menonton televisi.
‘’sebagai mahluk sosial, kita harus selalu Bermasyarakat. Setiap ada kesempatan untuk berkumpul dengan tetangga atau dengan warga komplek ini,hendaklah di mamfaatkan,’’kata Pak Darma membuka obrolan.
‘’Iya,benar sekali apa yang di katakana oleh ayah kalian itu.Apalagi kita sebagai kaum muslimin dan muslimat harus selalu patuh terhadap  ajaran agama islam.
Palwa dan Kak Ranis ,mendengar nasihat ibu dan ayahnya secara bersungguh-sungguh. Mereka tampak termenung dan mencoba untuk memahaminya.
Kalau begitu,Ayah dan ibu pergi ke kondangan juga sama dengan bernasyarakat?tanya Palwa kemudian.
    ‘’Benar,Palwa.yang di maksud dengan hidup  bermasyarakat itu banyak macamnya.Misalnya;mengunjungi karib kerabat,mengobrol dengan tetangga sekampung.memenuhi undangan,menengok tetangga yang sedang terkena                                                                                                                                

Cerpen : Saudagar Jerami

http://static.republika.co.id/uploads/images/detailnews/cerita-rakyat-nusantara-_130401231256-398.jpg
Dahulu kala, ada seorang pemuda miskin yang bernama Taro. Ia bekerja untuk ladang orang lain dan tinggal dilumbung rumah majikannya. Suatu hari, Taro pergi ke kuil untuk berdoa. "Wahai, Dewa Rahmat! Aku telah bekerja dengan sungguh-sungguh, tapi kehidupanku tidak berkercukupan". "Tolonglah aku agar hidup senang". Sejak saat itu setiap selesai bekerja, Taro pergi ke kuil. Suatu malam, sesuatu yang aneh membangunkan Taro. Di sekitarnya menjadi bercahaya, lalu muncul suara. "Taro, dengar baik-baik. Peliharalah baik-baik benda yang pertama kali kau dapatkan esok hari. Itu akan membuatmu bahagia."

Keesokan harinya ketika keluar dari pintu gerbang kuil, Taro jatuh terjerembab. Ketika sadar ia sedang menggenggam sebatang jerami. "Oh, jadi yang dimaksud Dewa adalah jerami, ya? Apa jerami ini akan mendatangkan kebahagiaan…?", pikir Taro. Walaupun agak kecewa dengan benda yang didapatkannya Taro lalu berjalan sambil membawa jerami. Di tengah jalan ia menangkap dan mengikatkan seekor lalat besar yang terbang dengan ributnya mengelilingi Taro di jeraminya. Lalat tersebut terbang berputar-putar pada jerami yang sudah diikatkan pada sebatang ranting. "Wah menarik ya", ujar Taro. Saat itu lewat kereta yang diikuti para pengawal. Di dalam kereta itu, seorang anak sedang duduk sambil memperhatikan lalat Taro. "Aku ingin mainan itu." Seorang pengawal datang menghampiri Taro dan meminta mainan itu. "Silakan ambil", ujar Taro. Ibu anak tersebut memberikan tiga buah jeruk sebagai rasa terima kasihnya kepada Taro.
"Wah, sebatang jerami bisa menjadi tiga buah jeruk", ujar Taro dalam hati. Ketika meneruskan perjalanannya, terlihat seorang wanita yang sedang beristirahat dan sangat kehausan. "Maaf, adakah tempat di dekat sini mata air ?", tanya wanita tadi. "Ada dikuil, tetapi jaraknya masih jauh dari sini, kalau anda haus, ini kuberikan jerukku", kata Taro sambil memberikan jeruknya kepada wanita itu. "Terima kasih, berkat engkau, aku menjadi sehat dan segar kembali". Terimalah kain tenun ini sebagai rasa terima kasih kami, ujar suami wanita itu. Dengan perasaan gembira, Taro berjalan sambil membawa kain itu. Tak lama kemudian, lewat seorang samurai dengan kudanya. Ketika dekat Taro, kuda samurai itu terjatuh dan tidak mampu bergerak lagi. "Aduh, padahal kita sedang terburu-buru." Para pengawal berembuk, apa yang harus dilakukan terhadap kuda itu. Melihat keadaan itu, Taro menawarkan diri untuk mengurus kuda itu. Sebagai gantinya Taro memberikan segulung kain tenun yang ia dapatkan kepada para pengawal samurai itu. Taro mengambil air dari sungai dan segera meminumkannya kepada kuda itu. Kemudian dengan sangat gembira, Taro membawa kuda yang sudah sehat itu sambil membawa 2 gulung kain yang tersisa.
Ketika hari menjelang malam, Taro pergi ke rumah seorang petani untuk meminta makanan ternak untuk kuda, dan sebagai gantinya ia memberikan segulung kain yang dimilikinya. Petani itu memandangi kain tenun yang indah itu, dan merasa amat senang. Sebagai ucapan terima kasih petani itu menjamu Taro makan malam dan mempersilakannya menginap di rumahnya. Esok harinya, Taro mohon diri kepada petani itu dan melanjutkan perjalanan dengan menunggang kudanya.
Tiba-tiba di depan sebuah rumah besar, orang-orang tampak sangat sibuk memindahkan barang-barang. "Kalau ada kuda tentu sangat bermanfaat," pikir Taro. Kemudian taro masuk ke halaman rumah dan bertanya apakah mereka membutuhkan kuda. Sang pemilik rumah berkata,"Wah kuda yang bagus. Aku menginginkannya, tetapi aku saat ini tidak mempunyai uang. Bagaimanan kalau ku ganti dengan sawahku ?". "Baik, uang kalau dipakai segera habis, tetapi sawah bila digarap akan menghasilkan beras, Silakan kalau mau ditukar", kata Taro.
"Bijaksana sekali kau anak muda. Bagaimana jika selama aku pergi ke negeri yang jauh, kau tinggal disini untuk menjaganya ?", Tanya si pemilik rumah. "Baik, Terima kasih Tuan". Sejak saat itu taro menjaga rumah itu sambil bekerja membersihkan rerumputan dan menggarap sawah yang didapatkannya. Ketika musim gugur tiba, Taro memanen padinya yang sangat banyak.
Semakin lama Taro semakin kaya. Karena kekayaannya berawal dari sebatang jerami, ia diberi julukan "Saudagar Jerami". Para tetangganya yang kaya datang kepada Taro dan meminta agar putri mereka dijadikan istri oleh Taro. Tetapi akhirnya, Taro menikah dengan seorang gadis dari desa tempat ia dilahirkan. Istrinya bekerja dengan rajin membantu Taro. Merekapun dikaruniai seorang anak yang lucu. Waktu terus berjalan, tetapi Si pemilik rumah tidak pernah kembali lagi. Dengan demikian, Taro hidup bahagia bersama keluarganya.