Tampilkan postingan dengan label PUTER (Puisi Terkenal). Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PUTER (Puisi Terkenal). Tampilkan semua postingan

Senin, 12 Mei 2014

Puisi : Hanya Dalam Puisi (Ajip Rosidi)

http://www.jakarta.go.id/web/system/jakarta2011/public/images/encyclopedia/a6f27a4d50d3fdc4dd51b0829e8cabb0.jpg
Dalam kereta api
Kubaca puisi Willy dan Mayakowsky
Namun kata-katamu kudengar
Mengatasi derak-derik deresi.

Kulempar pandang ke luar:
Sawah-sawah dan gunung-gunung
Lalu sajak-sajak tumbuh
Dari setiap bulir peluh
Para petani yang terbungkuk sejak pagi

Melalui hari-hari keras dan sunyi.
Kutahu kau pun tahu:
Hidup terumbang-ambing antara langit dan bumi
Adam terlempar dari surga
Lalu kian kemari
mencari Hawa.

Tidakkah telah menjadi takdir penyair
Mengetuk pintu demi pintu
Dan tak juga ditemuinya Ragi hati Yang tak mau
Menyerah pada situasi?

Dalam lembah menataplah wajahmu yang sabar.
Dari lembah mengulurlah tanganmu yang gemetar.
Dalam kereta api
Kubaca puisi turihan-turihan hati
Yang dengan jari-jari besi sang Waktu
Menentukan langkah-langkah Takdir:
Menjulur Ke ruang mimpi yang kuatur sia-sia.

Aku tahu.
Kau pun tahu.
Dalam puisi
Semuanya jelas dan pasti.

Puisi : Surat Dari Ibu (Asrul Sani)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKmFNNzjxvhtgvuBS37la4T9v7176weFDldbJRSbs8PKM-aSAUFSxg2qRCVDJDoLXRe_9yD9pwB5VJAYh4hk-uEATt7eIgOW3lQezVdOh9B4FFViKBRIljxFDX6ubhcgr7L14psaBqyKDt/s1600/Asrulsani.jpg
Pergi ke dunia luas, anakku sayang
Pergi ke hidup bebas !
Selama angin masih angin buritan
Dan matahari pagi menyinar daun-daunan
Dalam rimba dan padang hijau

Pergi ke laut lepas, anakku sayang
Pergi ke alam bebas !
Selama hari belum petang
Dan warna senja belum kemerah-merahan
Menutup Pintu waktu lampau

Jika bayang telah pudar
Dan elang laut pulang ke sarang
Angin bertiup ke benua

Tiang-tiang akan kering sendiri
Dan nahkoda sudah tau pedoman

Boleh engkau datang padaku

Kembali pulang, anakku sayang
Kembali ke balik malam
Jika kapalmu telah rapat bertepi
Kita akan bercerita
Tentang cinta dan hidupmu pagi hari

Kamis, 08 Mei 2014

Puisi : Syair Orang Lapar (Taufik Ismail)

http://kabarkampus.com/wp-content/uploads/2012/02/taufik-ismail.jpg
Lapar menyerang desaku
Kentang dipanggang kemarau
Surat orang kampungku
Kuguratkan kertas
Risau

Lapar lautan pidato
Ranah dipanggang kemarau
Ketika berduyun mengemis
Kesinikan hatimu
Ku iris

Lapar di Gunung Kidul
Mayat dipanggang kemarau
Berjajar masuk kubur
Kau ulang jua
Kalau

Puisi : Sebuah Jaket Berlumur Darah (Taufik Ismail)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2LS5-uvY6u47MnmLol76liGioNnscz6rnaYzPyKQ5Efly9zVzoPpxrCe3dgCWrB2jPhfrfCFo4U3fC_7cqfYKDG0T6KCw5CQOEAXVuBLVgQ9si_IUyhqSy2c7Mw5q7Y7TW8V1qza_gy8/s1600/Taufiq+Ismail.jpg Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun.

Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang

Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’
Berikara setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?.

Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang.

Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman

Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan.

Minggu, 20 April 2014

Puisi : Amuk (Sutardji Calzoum Bachri)

http://www.jakarta.go.id/web/system/jakarta2011/public/images/encyclopedia/c8c50457527ce7089f05df1d6260e861.jpg
Maafkan aku
Aku bukan sekedar penyair
Aku depan             
Depan yang memburu
Membebaskan kata
Memanggil Mu

Pot pot pot
Pot pot pot
Kalau pot tak mau pot

Biar pot semau pot
Mencari pot
Pot
Hei, Kau dengar manteraku
Kau dengar kucing memanggilMu

Izukalizu
Mapakazaba itasatali
Tutulita
Papaliko arukabazaku kodega zuzukalibu
tutukaliba dekodega zamzam lagotokoco
zukuzangga zagezegeze zukuzangga zege
zegeze zukuzangga zegezegeze zukuzang
ga zegezegeze zukuzangga zegezegeze zu
kuzangga zagezegeze aahh....!

Nama nama kalian bebas
Carilah tuhan semaumu

Selasa, 15 April 2014

Puisi : Belajar Membaca (Sutardji Calzoum Bachri)

 photo sutardji.jpg
Kakiku Luka
Luka Kakiku
Kakikau Lukakah
Lukakah Kakikau

Kalau Kakikau Luka
Lukakukah Kakikau
Kakiku Luka
Lukakaukah Kakiku

Kalau Lukaku Lukakau
Kakiku Kakikaukah
Kakikaukah Kakiku
Kakiku Luka Kaku

Kalau Lukaku Lukakau
Lukakakukakiku Lukakakukakikaukah
Lukakakukakikaukah Lukakakukakiku

Senin, 14 April 2014

Puisi : Air Mata Bola Basket


Air Mata Bola Basket Dalam Kaset . . .
Air Mata Bola Basket Dalam . . .
Air Mata Bola Basket . . .
Air Mata Bola . . .
Air Mata . . .
Air . . .
A
I
R
M
A
T
A
Bola Basket Dalam Kaset

Karya : Ghani

Minggu, 30 Maret 2014

Puisi : Hujan Bulan Juni (Sapardi Djoko Damono)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgfLhhb9Hgsjekv6XkxauLdGcCtbFAUGPrDckOV0rSmhLlpaXoMzoWHhm-B1H25Evz5J_YQqKFpiF8X76STx78uWhJoqT3_JuWS-BONJ66feJdoXeDJ5_8BP_eXZYhbsWftVDW6VwOZW6g/s1600/hujan.jpg
Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu

Minggu, 16 Maret 2014

Puisi : Dengan Kasih Sayang (WS. Rendra)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjgdFiQgPO6WkFvY29fEZI_wr8uK8bQn6ofpb7BP_Aj5ImiBCQpmcB6bxQF_wQgk9-1iYuSWF9K8RnMqRcfqWe-W6nd8zsYb3ULyp9qPHhdzTdjSs_u-nKhtnQTbqByKhuZYcT9w4BL2zMo/s1600/WS+Rendra.jpg
Dengan kasih sayang.
Kita Simpan bedil dan kelewang.
Punahlah gairah pada darah.

Jangan!
Jangan dibunuh para lintah darat cumlah mesra anak.
Jadah tak berdayah dan sumbatkan jarimu pada mulut.
Peletupan karna darah para bajak dan perompak akan
mudah mendidih oleh pelor.

Mereka bukan tapir atau bada hatinya pun berurusan
cinta kasih seperti jendela terbuka bagi angin sejuk !
Kita yang sering kehabisan cinta untuk mereka cuma
membenci yang nampak rompak.

Hati tak bisa berpelukan dengan hati mereka
Terlampau terbatas pada lahirlah masing pihak.
Lahirlah yang terlalu banyak meminta!
Terhadap sajak yang paling utopis bacalah dengan senyuman yang sabar.

Jangan dibenci kaum pembunuh.
Jangan dibiarkan anak bayi mati sendiri.
Kere-kere jangan mengemis lagi
Dan terhadap penjahat yang paling laknat pandangilah
dari jendela hati yang bersih

Senin, 10 Maret 2014

Puisi : Krawang-Bekasi (CHAIRIL ANWAR)


http://ch4249.files.wordpress.com/2010/08/chairil_anwar_by_100persenambigu.jpg

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
Tidak bisa berteriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi

Tapi siapakah yang tidak mendengarkan deru kami?
Terbayang kami maju dan berdegap hati?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, Kenanglah Kami

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa apa

Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5Ribu jiwa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan

Jumat, 07 Maret 2014

Puisi : Cara Membunuh Burung (Sapardi Djoko Damono)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiu7STY0zJvaQPV42R27_NnnM-0ziu0go-ZxIFmxOFjJnxmFT0SzXXnjYO57mPQZ2NIydsi5f9rVjv5c5T8T_eFEMtS2aUz8mxXRe6qbV6rWFihNTkY7CfBwwnd-2zSAPDKGI9P4SX2Q-8/s1600/sapardi_djoko.jpg
Bagaimanakah cara membunuh burung 
yang suka berkukuk bersama teng-teng jam dinding 
yang tergantung sejak kita belum dilahirkan itu?


Soalnya ia bukan seperti burung-burung 
yang suka berkicau setiap pagi meloncat dari cahaya ke cahaya 
di sela-sela ranting pohon jambu (ah dunia di antara bingkai jendela!)


Soalnya ia suka mengusikku tengah malam, 
Padahal aku sering ingin sendirian
Soalnya ia baka

Puisi : Pada Suatu Hari Nanti (SAPARDI DJOKO DAMONO)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhO2dcoMQCIJh-2z5H9tf80Lx-2FQYpnH-PZAlWryY0_6Mvab3Xoh6eKZd0MdK-Hxy36AHIUcg6LAeSM4VMCIcN_OkxlgESeSLwcOTkPyZFqASKp-B_012kXfCBNZkfVXbbv1U1y5mWFgAC/s320/dpk_insan_FVF_M_SP_PP_TR_RPI_Sapardi_Djoko_Damono_01.jpg

Pada suatu hari nanti
Jasadku tak akan ada lagi
Tapi dalam bait-bait sajak ini
Kau takkan kurelakan sendiri

Pada suatu hari nanti
Suaraku tak terdengar lagi
Tapi di antara larik-larik sajak ini
Kau akan tetap kusiasati

Pada suatu hari nanti
Impianku pun tak dikenal lagi
Namu disela-sela huruf sajak ini
Kau takkan letih-letihnya kucari

Senin, 24 Februari 2014

Puisi : Selamat Tinggal Kegelapan (SUSILO BAMBANG YUDHOYONO)

 http://rri.co.id/Upload/Berita/SBY_27.jpg

Kutengadahkan tangan
di malam hari,
sendiri
dalam sunyi

Entah berapa banyak luka yang kutahan
dan koyaknya hati ini
ketika mereka memaki
menusuk dan merobek jantung harga diri
dalam amarah,
dan terkadang dengki

Tapi, apapun, harus kujalani
mengajak dan menuntun mereka
untuk terus mendaki,
atau mengarungi lembah-lembah sunyi penuh duri
dan menembus ombak tinggi ganasnya laut lepas

Karena aku tahu, jalan ini benar
buat mengucapkan
selamat tinggal kepada kegelapan,
dan terus melangkah
ke ujung cahaya terangnya kehidupan

Minggu, 23 Februari 2014

Puisi : Tanah Airku (MUHAMMAD YAMIN)


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHqMnheC0Vf2k4WVGZ8gT9BhePYIqJI-WKHZ9JrYPFqMJrMN3_GPDFlPy5qrErGoNhxjr1H_Pkf9CO8dsyPb4CwllsOdmXd9dxaQrJTQGzmWnMLk7obFG7CvkPNe0KGaeKEUmJ04KRhFk/s1600/m.+yamin.jpg

Pada batasan, bukit barisan
Memandang aku, ke bawah memandang
Tampak hutan rimba dan ngarai
Lagi pun sawah sungai yang permai
Serta gerangan lihatlah pula

Langit yang hijau bertukar warna
Oleh pucuk daun kelapa
Itulah tanah, tanah airku
Sumatra namanya, tumpah darahku

Sesayup mata, hutan semata
Bergunung bukit lembah sedikit
Laut disana, di sebelah situ
Dipagari gunung satu per satu
Adalah gerangan sebuah surga
Bukannya janat bumi kedua
Firdaus melayu diatas dunia
Sumatra namanya, yang kujunjungi

Sabtu, 22 Februari 2014

Puisi : Nyanyian Seorang Petani (ABDUL HADI WM)

Berilah kiranya yang terbaik bagiku
Tanah berlumpur dan kerbau pilihan
Biji padi yang manis

Berilah kiranya yang terbaik
Air mengalir
Hujan menyerbu tanah air

Bila masanya buah kupeik
Ranumnya kupetik
RahkmatNya kuraih

Puisi : Api Semangat (ANS)



Apakah ku harus rapuh
Rapuh berarti aku jatuh
Jatuh dalam keterpurukan
Ah, aku harus lawan
Api yang hampir padam
Tak akan kubiarkan mati

Aku akan terus melaju
Sekalipun dalam terpaan gelombang dan badai
Hatiku takkan mudah rapuh lagi
Semangat hidupku harus kupacu
Aku tidak boleh kalah
Oh, Tuhan teguhkanlah hatiku
Semoga aku tegar,
Kusampai di pantai tujuan

Kamis, 20 Februari 2014

Puisi : Malam Tiba (IBU SUD)


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTUfybBSWxDbHrJ7HzgLS8Y3wXZWGdlEnfTUrz47YXxTghzNEqDCcuY0omciliq-DL3UHgwqDDPqLdhvmb7WXri5ogVaWxKtqsJtXfzrCLo21uWOK_iwiao4E8RAij1ooWcvL038T9Pc4/s320/Ibu+Sud.jpeg
Hari sudah senja
Alam mulai sunyi

Burung-burung semua
Telah berhenti bernyanyi

Anak gembala kerbau
Menghalau ternaknya

Pulang menuju dangau
Jauh di tepi lembah

Puisi : Perasaan Seni (J.E. Tatengkeng)

http://www.jakarta.go.id/web/system/jakarta2011/public/images/encyclopedia/611efef28c594edf3940ea051b59a328.jpg

Bagaikan banjir gulung-menggulung
Bagaikan topan seruh-meneruh

Demikian rasa, datang semasa,
Mengalir, menimbu, mendesak, mengepung
Memenuhi sukma, menawan tubuh.

Serasa Manis sejuknya embun,
Selagu merdu dersinya angin,
Demikian Rasa, datang semasa,

Membisik, mengajak, aku berpantun,
Mengatung jiwa ke tempat dingin.
Jika kau datang sekuat raksasa,
Atau kau menjelma secantik juwita,

Kusedia hati akan berbakti
Dalam tubuh kau berkuasa
Dalam dada kau bertahta

Puisi : Kepada Kawan (CHAIRIL ANWAR)

https://d202m5krfqbpi5.cloudfront.net/books/1236169481l/6313350.jpg

Sebelum ajal mendekat dan mengkhianat,
mencengkam dari belakang ‘tika kita tidak melihat,
selama masih menggelombang dalam dada darah serta rasa,

belum bertugas kecewa dan gentar belum ada,
tidak lupa tiba-tiba bisa malam membenam,
layar merah berkibar hilang dalam kelam,
kawan, mari kita putuskan kini di sini:
Ajal yang menarik kita, juga mencekik diri sendiri!

Jadi
Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan,
Tembus jelajah dunia ini dan balikkan
Peluk kucup perempuan, tinggalkan kalau merayu,
Pilih kuda yang paling liar, pacu laju,
Jangan tambatkan pada siang dan malam

Dan
Hancurkan lagi apa yang kau perbuat,
Hilang sonder pusaka, sonder kerabat.
Tidak minta ampun atas segala dosa,
Tidak memberi pamit pada siapa saja!

Jadi
mari kita putuskan sekali lagi:
Ajal yang menarik kita, ‘kan merasa angkasa sepi,
Sekali lagi kawan, sebaris lagi:
Tikamkan pedangmu hingga ke hulu
Pada siapa yang mengairi kemurnian madu!!!

Puisi : Cintaku Jauh di Pulau (CHAIRIL ANWAR)

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/1/1b/Chairil_Anwar_cigarette.jpg

Cintaku jauh di pulau
Gadis manis, sekarang iseng sendiri

Perahu melancar, bulan memancar
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya

Di air yang tenang, di angin mendayu
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja.”

Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.