Rabu, 16 April 2014

Si Kabayan Dan Pak Ustadz

http://fc08.deviantart.net/fs70/i/2011/018/0/f/si_kabayan_by_blacklightzzz-d37h7h8.jpg
Si Kabayan seorang laki-laki yang beasal dari desa, telah lima tahun menuntut ilmu di negeri paman sam. Suatu hari… ia kembali ke desanya. Nyai Iteung (Istrinya) merasa heran dengan perubahan yang terjadi pada diri sang suami (Kabayan). Kabayan yang dulunya rajin shalat… kini ga pernah lagi terlihat pergi ke masjid “boro-boro ke masjid… shalat di rumahpun ga pernah”…Iteung penasaran dan menanyakan kepada sang suami kenapa dia menjadi berubah. “Kang Kabayan! Iteung mah ngerasa aneh sama akang!” Kata iteung heran

“Aneh kenapa atuh nyi!” Jawab kang Kabayan.
“Kenapa sekarang akang jarang shalat… jarang ngaji…. dan ga pernah pergi ke masjid!” tambah iteung.
“Sekarang saya punya keyakinan baru dari negeri paman sam sana iteung!” jawab Kabayan dengan nada tinggi.
“Astaghfirullah….! kenapa akang jadi begini?” Iteung sedih.
“Sudahlah Iteung… kamu bawa saja kiayi atau ustad paling hebat di kampung ini! dia pasti ga bisa jawab pertanyaan akang, dia pasti jadi pengikut akang” Kata Kabayan dengan sombong.

Iteung merasa khawatir… iapun bergegas memanggil ustad Asep, salah satu guru ngaji di kampung tetangga. Atas panggilan Iteung, datanglah sang ustad ke rumah si Kabayan.

“Anda siapa?” tanya kabayan.
“Saya ustad Asep, dari kampung sebelah”
“Benar kamu ustad? kalo benar kamu ustad… dan kamu percaya bahwa tuhan itu ada, kamu pasti bisa menjawab pertanyaan saya. Tetapi kalau tidak bisa… tinggalkan saja agamamu itu!” Kabayan menantang sang ustad…
“InsyaAllah… jika Allah mengijinkan saya akan menjawabnya.”
Kata ustad,
“Kamu jangan yakin dulu… di Amerika saja, waktu saya kuliah… Profesor paling pintar sekalipun tidak ada yang bisa menjawab” Hardik Kabayan dengan yakin.
“Kalau begitu… pertanyaan apa yang akan kang Kabayan tujukan pada saya?” Tanya ustad.
“Begini…

1. Kalau benar tuhan itu ada, tunjukan wujud tuhan kepada saya.
2. Kalau benar manusia mempunyai takdir, apa itu takdir dan tunjukan pula pada saya.
3. Setan itu kan diciptakan dari Api, lalu kenapa tuhan memasukan setan ke dalam neraka? bukankah neraka juga terbuat dari api? apakah setan akan merasa sakit dengan api? mengapa tuhan tidak berfikir sampai kesitu?”

“PLAK….” (itu gambaran saya tentang suara tamparan) tiba-tiba sang ustad menampar pipi Kabayan dengan keras.
“Aduh…. kenapa kamu menampar saya? kamu marah? kalau tidak bisa membuktikan jangan marah!” kata Kabayan

Sang ustad tersenyum. “Itu adalah jawaban dari ketiga pertanyaan akang”

Kabayan : “Kalau kalah jangan marah…”
Ustad : “Bagai mana rasa tamparan saya”
Kabayan : “Sakit!”
Ustad : “Akang percaya rasa sakit itu ada?”
Kabayan : “Saya percaya!”
Ustad : “Tunjukan wujud sakit itu pada saya”
Kabayan : “Saya tidak bisa menunjukan wujudnya”
Ustad : “Itulah jawaban pertanyan pertama anda. Sesungguhnya Tuhan itu ada namun manusia tidak akan mampu melihat wujudnya”
Ustad : “Apakah sebelum saya datang Akang berfikir akan merima tamparan dari saya hari ini?”
Kabayan : “Tidak!”
Ustad : “itulah yang dinamakan takdir…”
Ustad : “terbuat dari apa tangan saya?”
Kabayan : “Kulit…”
Ustad : “Terbuat dari apa pipi Akang?”
Kabayan : “Kulit juga.”
Ustad : “Bagaimana rasa tamparan saya?”
Kabayan : “sakit!”
Ustad : “Walaupun setan terbuat dari api dan neraka pun terbuat dari api… jika Tuhan berkehendak maka neraka merupakan tempat yang menyakitkan bagi setan”
Mendengar jawaban dari sang ustad… sikabayan terdiam.

Selasa, 15 April 2014

Puisi : Belajar Membaca (Sutardji Calzoum Bachri)

 photo sutardji.jpg
Kakiku Luka
Luka Kakiku
Kakikau Lukakah
Lukakah Kakikau

Kalau Kakikau Luka
Lukakukah Kakikau
Kakiku Luka
Lukakaukah Kakiku

Kalau Lukaku Lukakau
Kakiku Kakikaukah
Kakikaukah Kakiku
Kakiku Luka Kaku

Kalau Lukaku Lukakau
Lukakakukakiku Lukakakukakikaukah
Lukakakukakikaukah Lukakakukakiku

Senin, 14 April 2014

Puisi : Air Mata Bola Basket


Air Mata Bola Basket Dalam Kaset . . .
Air Mata Bola Basket Dalam . . .
Air Mata Bola Basket . . .
Air Mata Bola . . .
Air Mata . . .
Air . . .
A
I
R
M
A
T
A
Bola Basket Dalam Kaset

Karya : Ghani

Beri Aku Maaf, Teman

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgsSDq1C_Og6oGkIWkVKqIz0ZKwNbqZU7PmkTB3tRjZrjXFItj3NpMF81mJIuROXUbRXh2fV6JubQNy3L8fkOWM1wAnFaJ7Usr1XAaqEMHjYReE1s3vveumc-rObSZvC3gLF_3a2PApLDu0/s1600/sahabat21.jpg
Berbagai cara sudah dilakukan Ano untuk meredakan kebekuan hati Udik. Namun belum membuahkan hasil. Udik masih tetap marah dan tak mau mengajaknya bicara. Ano heran setengah mati, udik bersikap seperti itu. Ano tak menyangka sama sekali apa yang dilakukan membuat sohib dekatnya tersinggung dan marah besar. Ano mengakui kesalahannya, tapi Udik belum membuka pintu maaf baginya.

Bagaikan perang kalah, perasaan Ano melihat kenyataan itu. Sedih, teramat tragis. Ia sangat terpukul ketika permintaan maafnya yang kesekian, sore kemarin, ditolak mentah-mentah.

“Aku belum bisa melupakan peristiwa itu. Suatu saat jika sudah lenyap dari benakku, aku akan menerima maafmu.” Itu yang diucapkan Udik ketika Ano jauh-jauh menemuinya.

Ano mencatat, empat kali ia minta maaf pada Udik. Empat kali pula ia harus kecewa, permintaan maafnya tidak direspons . Ano mengakuinya, dirinya memang salah. Karenanya, ia berupaya minta maaf pada Udik.
Terlintas  jelas di benak Ano bagaimana peristiwa itu terjadi. Secara tak sengaja ia biarkan Udik menunggu disambati Ano. Di mata Ano, Udik baik dan entengan. Sayang, peristiwa stasiun itu, membuat hubungan itu memburuk.

Permasalahannya sepele, Ano tak menemukan Udik ketika keretanya tiba di stasiun. Dicari sana-sini, batang hidung Udin tak Nampak. Dalam keadaan bingung muncullah wahyu, teman sekampusnya. Singkat cerita Ano pulang dengan Wahyu.

Siangnya udik datang ke tempat Ano. Berbagai makian ditumpahkan Udik. Udik menganggap Ano mempermainkan. Disuruh menjemput, tapi malah dibiarkan bingung. Ano menjelaskan bahwa dirinya sudah mencari Udik, tapi tak ada. Udik beralasan ia sedang ke kamar kecil dan malah menyalahkan Ano yang tidak menelponnya. Mengapa saat itu Ano tidak ngontak Udik, karena HP-nya low bath. Sebenarnya ia bisa telpon lewat wartel yang ada di situ.

Tapi karena panik, ingin cepat-cepat sampai di tempat kost, Ano tak melakukan itu. Dan kesalahan itulah membuat Udik berang. Betul-betul marah pada Ano.

Ano sudah minta pendapat teman-teman, langkah apa yang diambil. Sebenarnya bisa saja Ano cuek dengan kelakuan Udik itu. Tapi sebagai orang yang masih mempunyai hati nurani, Ano merasa perlu minta maaf.

“Masak salah dan bikin orang teraniaya diam saja. Sudah sepantasnya aku minta maaf.” Ujar Ano pada Sinta.

Sinta bisa mengerti yang diamui teman sekampus itu. Tapi ia merasa tak rela jika Ano dilecehkan oleh Udik seperti itu.

“Ngapain kamu minta maaf, sementara yang kamu mintai maaf ketus kayak gitu. Lupakan saja, Anggap sudah selesai saja,” saran Sinta.
“Wah tak segampang itu, Sin!”
“Kan sia-sia kalau tanggapan Udik terus seperti itu.”
“Justru itu aku harus bisa mendapat maaf darinya. Baru setelah itu lega.”
Udik sebenarnya sudah disadarkan teman-temannya. Apa yang dilakukan tidak baik. Namun Udik mengaku merasa masih sakit hati atas kejadian itu. Ia punya pendapat, sikap ngeyelnya itu untuk member pelajaran Ano.
“Tapi kasihan Ano kalau kamu seperti it uterus. Padahal dia benar-benar mendambakan maafmu,” ungkap Indro.
“Itu resiko dia. Berani berbuat, berani menanggung akibatnya!”
“Dia sangat menghormatimu, Kalau dia tidak menganggapmu, pasti tak akan minta maaf. Mestinya kamu tahu itu. Apa sih sulitnya member maaf?”

Udik terdiam. Lontaran Indro menusuk kedalam sanubari Udik. Sesuatu sedang dipikir cowok itu.
Gerimis mewarnai atmosfir malam itu. Ano malas keluar rumah. Ia masih dikamar sambil mendengarkan teriakan nyaring Chris Cornell, vokalis Audioslaves. Padalah lapar sudah meliliti perut.

Ano terperanjat ketika pintu diketuk. Lebih terkejut lagi saat Udik di hadapannya, begitu pintu dibuka. Berbagai perasaan berkecamuk di benak Ano. Apa yang akan dilakukan Udik terhadap dirinya ? Pikiran itu menyelusuri di sekujur darah Ano.

“Maaf kedatanganku mengejutkanmu. Ada hal penting yang perlu kuungkapkan padamu, Ano.”
“Eh, nggak apa-apa kok,” Jawab Ano kikuk.
“Aku hanya mau minta maaf padamu. Selama ini aku telah menyusahkan dirimu.”
“Lho, yang mestinya minta maaf kan aku.”
“Nggak. Aku telah menyia-nyiakan kebaikanmu. Aku sudah menolak maafmu selama ini. Padahal maafmu itu tulus. Aku sadar, apa yang kulakukan itu salah.”

Ano terdiam.

“Untung ini tidak berlarut-larut. Teman-teman menyadarkanku aku. Aku menyesali atas sikapku selama ini Ano. Minta maaf memang hal yang paling sulit diucapkan. Tapi aku harus melakukannya.” Tambah Udik.
“Jadi, kamu sudah memaafkanku, Dik ?”
“Tentu, kita temanan lagi.”
“Benarkah itu ?”

Udik mengangguk. Ano tersenyum memancarkan kegembiraan. Maaf yang ditunggu-tunggu, datang sudah. Tak ada kebahagiaan bagi Ano yang melebihi peristiwa malam itu.

Sabtu, 12 April 2014

Puisi : Posesif

http://cdn.ciricara.com/wp-content/uploads/2012/10/17/posesif.png
Ku akui cintamu memang nyata
Ku akui sayangmu memang indah adanya

Tapi ku tak suka dengan sikapmu
Matamu selalu mengawasiku
Kau biarkan jari ini berada di genggamanmu
Kau pegang erat sampai ku tak mampu

Kau tak biarkan seorangpun menyentuhku
Kau tak biarkan seorangpun melihatku
Kau dekati aku bila seseorang menghampiriku
Kau sentuh aku bila seseorang memandangku

Entah apa yang ada dihatimu
Entah apa yang ada dipikiranmu
itukah cemburu
ataukah nafsu

Itukah caramu mencintaiku, sayang !
itukah caramu memilikiku,  sayang !
kau cinta aku tapi ku merasa tertekang

Ku tak suka sikapmu
Tapi aku mencintaimu
Hanya satu permintaanku
Hilangkan sifat posesifmu itu

Kurma Dari Madinah

Pada usianya yang sudah uzur, sudah lebih dari 65 tahun, pak madi merasa gembira, karena putra semata wayangnya kini menjadi pejabat di pusat. Pada awal ramadhan ini, putranya kembali melakukan ibadah umrah di tanah suci. Lewat telepon, putranya minta doa restu dan bertanya”
“Bapak mau saya bawakan oleh-oleh apa?”
Pak Madi langsung menjawab tegas. “Bawakan saja kurma dari madinah !”
“Hanya itu saja, pak?” Tanya putranya lagi.
“Ya, hanya kurmah dari madinah. Terserah berapa kilo.”
Putranya tertawa. “Satu kuintal apa cukup pak?”
Pak madi juga tertawa. “Kalau kamu tidak keberatan, satu ton juga boleh.”

Pak madi ingin menjalani sisa puasa ramadhan ini dengan berbuka puasa dengan kurma dari madinah. Betapa nikmatnya mengunyah kurma dari madinah sambil membayangkan Rasulullah yang sedang berbuka puasa dengan menyantap 3 butir kurma. Dan karena Rasulullah tinggal di kota madinah, tentu kurmanya juga dari madinah.
Dalam batin pak madi, puasa ramadhan tahun ini mungkin terakhir baginya. Ajalnya terasa semakin dekat saja. Entah kapan tapi pasti ajal itu akan datang. Semua teman sebayanya sudah wafat. Dan didesanya pak madi warga yang paling tua.
Dan pada usianya yang uzur ini, pak madi tinggal bersama istrinya. Selama ini, pak madi sering bersitegang dengan istrinya dalam memilih gaya hidup. Pak madi lebih suka hidup sederhana, sedangkan istrinya suka hidup bermewah-mewah.

“Kita hidup di desa. Yang sederhana saja.” Kalimat ini sering diucapkan pak madi setiap kali melihat istrinya bersikap wah.
“sederhana bukan berarti tidak mewah, pak. Bagi yang mampu, kemewahan bisa dianggap sederhana.” Tukas istrinya.

Pak madi selalu mengalah. Percuma berdebat kusir dengan istrinya. Tapi pak madi selalu sedikit melihat akibat yang ditimbulkan dari sikap istrinya yang suka bermewah-mewahan. Misalnya, putranya menjadi ikut-ikutan suka bermewah-mewah.  Jika pulang ke desa, puteranya selalu membawah mobil mewah tipe terbaru yang baru saja keluar dari diler dan belum ada nomor polisinya.
Pernah pak madi memberi nasihat kepada putranya agar jangan suka bermewah-mewahan.

“Kamu pejabat Negara. Kalau suka bermewah-mewahan, kamu bisa melakukan korupsi.”
Putranya tertawa. “Bapak tak usah khawatir. Tanpa korupsi, saya bisa hidup mewah, karena punya banyak kolega dan banyak sumber penghasilan.”

Mendengar ucapan putranya itu, pak madi justru makin khawatir. Sebab, sepengetahuannya gaji pejabat Negara tidak seberapa jika dibandingkan dengan gaya hidup dan beban sosialnya. Gaji yang cukup besar bagi pejabat bisa habis untuk membayar berbagai rekening tetap bulanan, juga biaya pergaulan tingkat atas seperti menghadiri pesta-pesta.

“Kamu boleh menikmati hidupmu dengan bermewah-mewahan, tapi jangan sekali-kali melakukan korupsi dan mencemarkan nama baik orang tua.” Pak madi berpesan kepada putranya dengan suara berat. Rasanya lebih baik mati daripada hidup menanggung malu gara-gara punya anak menjadi koruptor yang diberitakan di berbagai media massa.

Sampai pertengahan ramadhan, pak madi belum ditelpon putranya lagi. Dan setiap pak madi mencoba menelpon putranya selalu gagal. HP milik putranya selalu dimatikan.

“Mungkin ingin khusyuk menjalani umrah, sehingga selama di tanah suci tidak mau diganggu, pak” istrinya mencoba menghibur.
“Tapi seharusnya dia sudah pulang, bu. Jangan-jangan dia sakit di tanah suci?”
“Kalau dia sakit, pasti menelpon, dong. Kita kan orang tuanya.”

Pak madi makin cemas. Sejak ramadhan, kebiasaannya membaca Koran setiap pagi dihentikan. Begitu juga kebiasaannya menonton tayangan berita siang ditelevisi juga dihentikan. Sepanjang hari pak madi terus memperbanyak dzikir dan bertasbih.
Dengan menahan cemas, pagi itu pak madi mencoba membuka Koran yang baru saja diantar loper. Matanya langsung terbelalak membaca berita di halaman muka.
Nama putranya tertulis dengan huruf besar sebagai tersangka korupsi uang Negara miliaran rupiah. Dan sekarang dinyatakan sebagai buron atau masuk daftar pencarian orang alias DPO.
Dada pak madi langsung terasa nyeri. Dipanggilnya istrinya yang sibuk mengamati gambar-gambar desain busana baru yang dimuat di majalah.

Ketika istrinya mendekat, pak madi langsung menyuruhnya membaca berita di halaman Koran itu.
Istrinya terperanjat. “ pasti berita ini fitnah, pak. Tak mungkin anak kita melakukan korupsi.”
“Sekarang tidak bisa sembarangan memuat berita fitnah, bu. Berita ini pasti benar, sehingga ditempatkan di halaman muka.”
Isterinya menangis .

Dada pak madi semakin nyeri. Ingin segera bangkit dan berbaring di kamar tidurnya, tapi tiba tiba sekujur tubuhnya tidak bertenaga lagi. Ingin juga bicara lagi, tapi mulutnya tiba-tiba menjadi kaku.
Sejak saat itu, pak madi lumpuh dan bicaranya gagu. Dokter yang memeriksanya menyatakan pak Madi terserang stroke dan kemungkinan lumpuh permanen karena usianya sudah uzur.
Istrinya terpukul. Betapa di hari tuanya harus repot-repot merawat suami yang menderita lumpuh total. Sedangkan putra semata wayangnya menjadi buronan. Hari hari yang semula ceria dan serba  wah, kini menjadi muram dan serba susah.

Di pagi itu, pak madi baru saja dimandikan dan disuapi istrinya. Sejak menderita lumpuh dan tidak bisa bicara dengan jelas, pak madi tidak lagi berpuasa.
Tampat istrinya sangat lelah. Matanya terasa gelap, dan sekujur tubuhnya lemas. Lalu duduk di berdanda depan untuk menghidup udara segar.
Tiba tiba datang seorang kurir dari perusahaan layanan jasa titipan kilat yang mengantarkan bungkusan kardus yang dikirim putranya dari singapura.
Bungkusan kardus itu segera dibawa kekamar dan dibuka didepan pak madi. Isi bungkusan kardus itu adalah kurma dari madinah seberat 10 kilogram dan selembar surat dengan tanda tangan putranya.
Dalam kelumpuhan, pak madi mendengar istrinya membaca surat dari putranya itu.

“Maafkan saya, karena telah mencoreng nama baik keluarga. Sekarang saya sehat-sehat saja di singapura. Dan bersama surat ini, saya kirimkan sepuluh kilogram kurma dari madinah.”
Pak madi melirik sebutir kurma dari madinah yang telah dipungut istrinya dan hendak disuapkan ke mulutnya. Di mata pak madi, sebutir kuma itu bagaikan sebongkah bara panas. Tak mungkin bisa dinikmatinya. Tak mungkin bisa.