Kamis, 08 Mei 2014

Puisi : Sebuah Jaket Berlumur Darah (Taufik Ismail)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2LS5-uvY6u47MnmLol76liGioNnscz6rnaYzPyKQ5Efly9zVzoPpxrCe3dgCWrB2jPhfrfCFo4U3fC_7cqfYKDG0T6KCw5CQOEAXVuBLVgQ9si_IUyhqSy2c7Mw5q7Y7TW8V1qza_gy8/s1600/Taufiq+Ismail.jpg Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun.

Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang

Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’
Berikara setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?.

Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang.

Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman

Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan.

Minggu, 04 Mei 2014

Walaupun Kau Sudah Tak Perawan

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEieIbUG5QaHWMSxY_s2zibv8taORewlb37QXPhO65lLAeEfDsdzNzuLanT5AP4l3eaCmDWKCkqOvFygsk9FhYic5UE5Adx1xD1AeAx_ACuXmSi-08mvdj3kEoVs9X8QV6US6NSj-0LZPSXh/s1600/peluk.jpg
Sudah lama sekali aku mengagumi Ayu, seorang gadis desa yang sangat cantik menawan, lenggak lenggok tubuhnya membuat mata tak mampu untuk berkedip. Ku pandangi dia saat sedang bersantai  menikmati angin desa di depan rumahnya. Ku hampiri dia walau diri ini memang gugup untuk mendekati dirinya.

“Assalamu’alaikum..”
“Wa’alaikumsallam, eh mas jaka., ayo masuk ke dalam mas.”
“Terima kasih, disini aja, sejuk udaranya.”
“Ada apa, mas?”
“Gak ada apa apa, Yu, Cuma pingin ngobrol saja.”, “Gimana kabarnya,?”
“Alhamdulillah baik, mas”

Kunikmati sore hari dengan mengobrol dengan ayu, di akhir perbincangan aku selalu menanyakan tentang cintanya padaku, tapi dia selalu tak menjawab, matanya berkaca kaca seperti ingin menangis. Akhirnya ku selalu urungkan niatku untuk itu.

Ku bertanya tentang diriku sendiri, aku selalu mengkoreksi diri, apa ada yang salah dengan diriku, aku memang benar tulus mencintainya, tapi dia selalu ingin tak menerimaku. Ku ingin mencari waktu yang pas untuk menyatakan cintaku sekali lagi padanya.

Pagi hari itu, ku sedang bekerja di sebuah pabrik kain, dekat di rumahku. Aku biasanya pulang waktu sore hari, ku lewati rumah ayu berharap dia sedang santai di depan rumahnya lagi. Tapi harapanku tak selalu jadi kenyataan. Dengan sedikit kecewa, ku pulang dan memikirkan kapan dia akan menerima cintaku.

Di sela tidurku, aku akhirnya berpikir dan sadar, mungkin dia malu denganku, karena dia tak pantas untuk dijadikan seorang kekasih. Dia sadar akan kejadian bulan lalu yang menimpanya, dia di perkosa oleh lelaki jahanam bernama Prapto, Prapto adalah kekasihnya dahulu, dibalik cintanya kepada ayu ia menaruh nafsu, dan berniat memperkosa dia, tapi ayu tak menyadarinya. Saat itu dirumah ayu tidak ada siapa siapa, itulah kesempatan prapto untuk menjalankan niatnya. Atas semua kejadian itu, mereka ketahuan oleh warga dan dituduh warga karena mereka telah melakukan perzinahan, aku berusaha meyakinkan warga dan berpura pura hampir melihat kejadian itu, bahwa ayu telah diperkosa, akhirnya warga mempercayai omonganku, dan hanya mengusir prapto dari kampungnya, sejak kejadian itu ayu sering melamun, tapi akhir akhir ini dia sedikit ceria seperti biasanya.

Hari minggu ini, aku mencoba sekali lagi untuk menyatakan cintanku. Ku hampiri rumahnya. Untung dia ada di rumah sedang menyapu halaman, seperti biasa dia sangat cantik sekali.
“Ayu, aku kali ini ingin ngomong serius sama kamu,”
“Ada apa mas,”
“Boleh kita ngomong di dalam saja“
“mari mas”

Ku ikuti dia ke dalam rumahnya, dengan perasaan gugup dan takut ia menolaknya lagi.tapi aku memberanikan diri, ini demi masa depan ayu dan diriku.
“Ayu, mas ingin kamu jujur pada aku, apa kamu mencintaku.”
“Aku tidak bisa menjawab mas,”
“Tapi, ayu. Aku serius padamu, aku akan menerimu apa adanya, aku ingin membahagiakan kamu.”
“Tapi, aku tak pantas untukmu mas, kamu lelaki baik baik, sedangkan aku hanya perempuan yang tidak bisa menjaga martabat seorang perempuan.”
“Ayu, aku tidak peduli tentang kejadian lalu, tapi mari kita menatap masa depan bersama, aku ingin menjalani masa hidupku padamu.”

Aku meyakinkan padanya sekuat tenaga agar dia mempecayaiku, akan keseriusanku padanya. Ku coba dia untuk menerima cintaku, walaupun dia selalu menolaku, sesekali air matanya berlinang, suaranya menjadi lirih.

“Apa mas, benar ingin menjadi suamiku.”
“Iya, Ayu, aku ikhlas ridho lillahi ta’ala”
“Walaupun aku sudah. . .”
“Sudahlah ayu, itu semua tidak penting, lebih penting masa depanmu. Aku berjanji akan menjagamu dan mencintaimu selamanya.”
“Terim kasih mas,”

Akhirnya dia menerimaku, ku peluk dia. Pelukannya erat sekali, seakan ia terharu, air matanya berlinang tak terbendung seakan ia berterima kasih sekali padaku. Ku berjanji pada diriku sendiri, bahwa aku akan mengembalikan kembali martabat dirimu sebagai perempuan.

Jumat, 02 Mei 2014

Kata Bijak dan Untuk Memotivasi Diri

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgsVl5JNnnWIF60hBfV-OGVgkbVuGgB4KtIZouakAdCw2IFl9rWnlTMkQHrn2EKVyi0skVkrPLRdOjwgJYD-XMA7PUrV4vzkrI5tSQHmTZ97E6wWDAgMhWt5GFKRMkJkAv3ZYs145hrlA/s1600/url.jpg

Bila kamu membenci seseorang, bencilah sifatnya bukan orangnya.

Kesederhanaan itu indah.

Jangan berharap yang sudah lalu, tapi berharaplah yang sedang kau impikan hari ini.

Bayangkanlah dirimu seakan tokoh utama dari sandiwara dunia ini, maka engkau akan menjadi orang yang kuat.

Jangan berputus asa bila kau tidak mendapatkan cinta kali ini, mungkin masa depan nanti kamu akan mendapatkan yang lebih bernilai.

Yang kamu lihat dan kamu impikan belum tentu baik bagimu, tetapi yang kamu bikir buruk bagimu mungkin akan baik bagimu.

Cinta sebenarnya tidak buta. Cinta adalah sesuatu yang murni, luhur dan diperlukan. Yang buta adalah bila cinta itu menguasai dirimu tanpa suatu pertimbangan.

Saat bertemu, aku tak peduli. Saat kau pergi, aku selalu menanti kamu. Apakah ini namanya cinta?

Teman yang paling baik ialah seseorang yang kita boleh duduk bersama di dalam buaian dan berbuai bersama tanpa berkata apa-apa pun dan kemudian berjalan pulang dengan perasaan bahwa itulah perbualan yang paling hebat yang pernah kita rasai.

Kau datang di saat ke egoisan akan cinta tengah mendera. Membawa cahaya dan kedamaian, membuatku tidak mudah menyerah untuk merengkuh kisah cinta bersamamu.


Jalanan ke tembok china ku lalui, hamparan samudra pasifik ku arungi, tapi kenapa cinta kita tak kunjung bersemi ?

Kau takkan tahu sbrp tulus ssorg mencintaimu sampai kau melihat sbrp tulus ia mencintaimu dlm kondisi terburukmu

Menanti cinta darimu, sama kayak ngukur jalanan. Seakan tak berujung, namun kau tak kunjung mengerti dan membalasnya.

Ketika kamu membenci seseorang, kamu sedang membuat hidupmu semakin rumit.

Tidak usah kamu memebri aku harapan sebesar itu, jika kamu sendiri yg menghancurkan itu dengan sikap mu yang dingin ke aku

Jangan pernah menyerah! Jika Tuhan belum menjawab doamu, itu karena Tuhan punya rencana yg lebih baik tuk hidupmu.

Jangan kamu isi hati dan pikiranmu dengan menggerutu.

Syukurilah kesulitan. Karena terkadang kesulitan mengantara kita pada hasil yang lebih baik dari apa yang kita bayangkan.

Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil , kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik.

Ingatlah, ketika kamu memutuskan berhenti untuk mencoba, saat itu juga kamu memutuskan untuk gagal.
Hidup bukan tentang mendapatkan apa yang kamu inginkan, tetapi tentang menghargai apa yang kamu miliki, dan sabar menanti yang akan menghampiri.
Seorang teman yang bijak tak akan mengecilkan impian temannya yg lain. Tapi sebaliknya, dia akan membantu mewujudkan semua impian temannya itu.
Orang-orang yang paling berbahagia tidak selalu memiliki hal-hal terbaik, mereka hanya berusaha menjadikan yang terbaik dari setiap hal yang hadir dalam hidupnya.

Kamis, 01 Mei 2014

Puisi : Paha

Paha paha sekarang dimana mana
Paha paha sekarang dimana mana ada
Paha paha sekarang ada dimana mana

Paha paha ini bukan sembarang paha
Paha ini gratis untuk semua
Paha ini bisa dinikmatin oleh semua
Paha paha ini bukan sembarang paha

Paha paha ini gampang dijumpai
Paha paha ini ada di televisi
Paha paha ini juga ada di kanan kiri

Tapi kau tak boleh melihatnya
Tapi kau tak boleh memandangnya
Tapi kau tak boleh merabanya
Bila kau tak ingin berdosa
Bila kau tak ingin masuk neraka









Selasa, 29 April 2014

Amplop

http://www.daeindologistics.com/ImageArtikel/Bolehkah%20Wartawan%20Terima%20Amplop.jpg
Akhir-akhir ini, bu Kusnadi paling senang melihat amplop. sebab amplop yang dibawa pulang suaminya selalu identik dengan rezeki. Berkat amplop, kasur yang keras bisa diganti dengan yang empuk. Berkat amplop pula alat-alat dapur jadi lengkap dan bermerk. Masih karena amplop, bu Kus panggilan akrab bu Kusnadi sekarang tidak minder lagi bila kumpul dengan rekan-rekan arisannya sekompleks. Ya, syukur kepada amplop lah !.

Seingatnya, pak Kus sering membawa pulang amplop semenjak diangkat jadi kepala sekolah. Sebelumnya, hampir lima belass tahun jabatan suami tersayangnya itu hanya sebagai guru biasa, mengajar bahasa Inggris di SMA itu. Amplop yang dibawa pulang adalah amplop gaji bulanan semata. Penghasilan sampingan dari memberi les, Itu pun jumlahnya tidak banyak. Tapi sejak jadi kepala sekolah, ada saja para orang tua murid yang "Bermurah Hati" memberi amplop. Tetapi umumnya selalu di embel-embeli dengan pesan: Tolong anak saya diperhatikan ya, pak !

"Bu, apa Bapak tidak takut di PHK ? siapa tahu ada yang lapor pada pemilik yayasan," ujar Jodi, anak tunggal Bu Kus yang sedang di rumah karena libur semesteran. Ia kuliah di Jawa Tengah di Fakultas Kedokteran sebuah PTS bergengsi. Tubuhnya tinggi dan kurus, berkaca minus dan berpenampilan low profile. 

"Bapakmu tidak bodoh, Jod." Sahut Bu Kus sambil lalu.
"Hanya dua atau tiga guru yang tahu. Mereka tidak mungkin membocorkan rahasia karena ikut makan hasilnya."
"KKN ?"
"Apa pun sebutanmu, yang penting amplop!"

Bu kus jadi kurang berkosentrasi membaca. Jodi bawel amat pagi ini. Main kritik lagi. Tidak tahukan bahwa biaya kuliahnya kini telah memeras orang tua?

"Perilaku semaca itu nggak baik, bu Melanggar ajaran Tuhan . . . "
"Cukup, Anak Baru Gede !" penggal Bu Kus tersinggung.
"Kau memang pintar berteori tapi kenyataan hidup ? Hanya seujung kuku yang kau tahu !"
"Lo, Kok ibu bicaranya begitu ?"
"Kau sendiri ngomong seenak perutmu. Sekarang dengar, ya. Ibu akan jelaskan. . . ."Bu Kus mengatur napas sebentar," Uang bulananmu saja menghasilkan separo gaji murni bapakmu. Sisanya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup kita sehari-hari. Untuk belanja, bayar tagihan listrik, telepon, air. . . tanpa amplop-amplop itu kita bisa apa? Kepala ibu bisa pecah kalau tidak ada mereka!"

Bu Kus membanting majalahnya. Ditinggalkannya Jodi sendirian di ruang tamu. Mending ke pasar, belanja untuk hari ini, pikirnya menghibur diri.
Amplop datang lagi. Dari wali murid kelas 2, minta anaknya dicarikan guru les. Nilai raport semester pertamanya amat kurang. Pak kus dan ibu menyambutnya dengan ramah. Jodi tak berani adu argumen lagi. Biaya kuliahnya memang tidak sedikit minta orang tua hidup sederhana juga sia-sia. Malah kena semprot bundanya seperti yang sudah-sudah. Ia hanya punya tekad teguh ; Belajar dengan tekun dan bersungguh-sungguh agar cepat lulus. Cepat jadi dokter yang hebat lagi jujur tak seperti bapaknya yang doyan suap.

Seorang pengusaha rotan berani memberi cek mana kala anak sulungnya terancam dikeluarkan dari sekolah. Anak itu kedapatan hamil oleh petugas UKS. Peraturan SMA itu sudah jelas. Jika selama masa studi ada yang "Kebobolan", siswa tersebut harus mengundurkan diri demi menjaga nama baik sekolah dan seluruh komponennya.

"Nama baik sekolah ?" bantah Pak Kus, ketika diadakan rapat guru, Membicarakan anak itu. "Mana yang lebih penting, dua nyawa melayang sekaligus, atau nama baik sekolah yang bisa diupayakan dengan banyak cara ?" Soalnya anak itu mengancam bunuh diri bila dikeluarkan dari sekolah sebelum mengikuti UAN.
"Lagipula, anak itu juga telah dinikahkan !" Terdengar dukungan dari antek-antek Pak Kus, "Jadi statusnya jelas, yaitu ia kini sebagai seorang istri." Jelasnya lagi.
"Saya setuju anak itu diberi kesempatan," tambah kroni Pak Kus yang lain, "UAN tinggal dua minggu lagi. Kandungannya  pasti belum nampak besar. Kita pertimbangkan sisi manusiawinya saja."

Debat berhasil dimenangkan kubu Pak Kus. Anak pengusaha rotan yang salah gaul itu tak jadi dikeluarkan. Ia diizinkan mengikuti UAN. 

Rupanya si pengusa rotan keranjingan main amplop. Beberapa waktu kemudian ia datang lagi, mintap pada pak Kus agar anak bungsunya dijadikan juara pertama untuk kenaikan kelas nanti.
"Bisa kan, Pak Kus ? orang semester kemarin saja anak saya sudah rangking dua. Tentu bukan hal yang sulit bapak untuk menjadikannya rangking pertama."
"Anak Bapak bernama Astuti . . ." dahi Pak Kus berkerut !
"Ya benar !" sambut pengusaha rotan antusias. "Astuti Setyorini Nawangsih, Kelas 2A Nomor absen 19. Pak kus menarik napas. "Ya bisa saja," katanya menjajikan "Itu bisa diatur". Di benak pak Kus sudah dirancang satu rencana. Permainan nilai bahasa inggris. Anak itu, yang bernama Astuti Setyorini Nawangsih, harus diberi nilai sembilan sedangkan rivalnya yang bernama Pertiwi cukup diberi nilai enam. Ya tinggal menghubungi si Karyo saja.

"Oke Pak! kalau begitu saya permisi. Dan ini. . . . " Pengusaha rotan menyerahkan amplop sebelum pergi "Buat jalan-jalan ke luar negeri sama Ibu"
Pak kus menahan napas. "Jalan-jalan keluar negeri ? Siapa tolak?"

Pak karyo adalah tangan kanan pak kus yang cepat tanggap dengan penejelasan bosnya. Sebulan  sebelum kenaikan kelas kelas, ia begitu sensitif memberi ulangan pada anak-anak baik lisan maupun tulisan. Jika lisan astuti diberi soal yang mudah-mudah. Sebaliknya, pertiwi diberi soal yang maha sulit sehingga tak mampu menjawab dengan benar.

Hari yang ditunggu telah tiba. Skenario mereka berjalan mulus. Astuti berhasil menduduki peringkat pertama sedangkan pertiwi peringkat kedua. Sorak sorai buat Pak kus dan kawan kawan, tangis duka bagi pertiwi yang mengandalkan beasiswa untuk kelangsungan studinya.

"Tenang wik. Aku akan melakukan sesuatu untuk menolongmu," janji Astuti pada dirinya sendiri.

Keesokan harinya di meja makan, Astuti protes kepada papanya. "Kenapa papa menyuap pak kus? Jangan dikira astuti senang dengan gelar konyol ini. Papa ngerti nggak? juara pertama tapi hasil rekayasa. . . .  apa istimewanya?"
"Kau ini bicara apa?" tanggap pengusaha rotan dengan nada datar. "Pagi-pagi sudah ngomong ngawur. Ada apa sih?"
"Maksud kamu apa sih?"
"Ah, papa jangan bersikap begitu deh, pura-pura nggak ngerti. Teman-teman Astuti juga tahu. Pak karyo tidak adil memberi nilai bahasa inggris pada pertiwi. Dan astuti yakin banget, siapa guru matre itu. Dia ajudannya pak kus, kan? dan pak kus melakukannya atas amplop dari papa?!"

Pengusaha rotan itu berhenti mengunyah roti tawar di mulutnya. Tajam sekali analisis anak ini. Pintar seperti aku dan baik serta jujur seperti almarhum mamanya. Tidak seperti kakanya yang bebal dan kurang didikan itu!

"Astuti malu sama teman-teman, Pa"
"Ah yang penting hitam diatas putih, kaulah juaranya"
"Walaupun hasil main curang?"
"Hasil main uang, sayang . . ."
Gantian Astuti yang berhenti mengunyah
"Papa. Apa maksudnya?"
"Di dunia ini, uanglah yang berkuasa," jelas pengusaha rotan "Kehormatan, kedudukan, pangkat. . . . semuanya bisa diatur dengan uang!"
Astuti menggeleng. "Nggak ah! Astuti nggak setuju sama teori papa. yang jelas, kita sudah merugikan pertiwi. Kasihan dia. Beasiswa itu amat berarti baginya"
"Prestasimu juga sangat berarti bagi papa." Pengusaha rotan tak mau mengalah. "Setelah perbuatan kakakmu mencoreng muka papa, biarlah kamu yang jadi penyeimbangnya. Mengerti ?"
"Tapi, pa. . . ."
"Sudah, jangan debat omongan papa lagi! papa mau berangkat ke kantor." Pengusaha rotan meninggalkan meja makan setelah mencium sekilas kening putri kesayangannya itu. Sedangkan Astuti meratap pelan," Mama. . . . andai saja penyakit laknat itu tidak merenggut nyawa mama. . . . keluarga tak akan begini jadinya."

Untuk kesekian kalinya pak kus menyerahkan amplop pada bu Kus. kening, wanita bertubuh semampai itu tampak berlipat melihat amplop ada tulisannya. "O, undangan makan malam," ujarnya setelah membaca secarik kertas dari dalam amplop itu. " Dari pemilik yayasan . . . pukul tujuh tepat. Wah, rumahnya di kawasan elit ini!

Hanya helaan napas yang terdengar. Berat dan panjang. Pak Kus gelisah sejak tadi. Perasaannya campur aduk. jangan- jangan pemilik yayasan tahu kalau dirinya suka menerima amplop dari orang tua murid. Jangan-jangan pemilik yayasan akan menegurnya, mencopot jabatannya. . . bahkan tak mustahil memecatnya ! sebab orang nomor satu di sekolah terkenal tegas, disiplin, dan mengagungkan kejujuran dalam hidupnya. Walaupun kehadiran sosoknya di sekolah amat jaran, hal ini bukanlah rahasia lagi. Tapi soal amplop, informasinya dari siapa? Bukankah baru dua hari yang lalu beliau kembali dari jepang ? Siapakah yang berani mengganggunya?

"Pak, dari tadi ditanya kok diam saja?"
 "Saya lagi mikir, bu. untuk apa pemilik yayasan mengundang kita malam?"
"Ya jelas untuk ramah tamah, dong ! bukankah beliau selama ini nyaris tak pernah muncul di sekolah ? waktu bapak diangkat jadi Kepala Sekolah saja, beliau hanya sempat muncul seperempat jam lalu terbang kembali ke tokyo. Benar, kan?"
Pak kus mengangguk-angguk. Kata-kata bu kus sedikit menenteramkan hatinya.

Sambutan pemilik yayasan dan istri amat melegakan hati pak kus dan ibu. Ramah dan bersahabat. Selama makan malam berlangsung, beliau juga tidak menyinggung-nyinggung soal amplop. So, everything is fine ! sorak pak kus dalam hati.

Selesai makan, pemilik yayasan mengajak santai di ruang tamu. Bu kus membantu istri pemilik yayasan membereskan meja makan. Kebetulan pembantu sedang tidak ada. menurut istri pemilik yayasan, asih pulang ke desa karena ibunya sakit keras. Kanti minta izin pulang karena hendak menghadiri pesta perkawinan adiknya yang paling kecil. Sedangkan sayem diberhentikan karena tidak jujur, mengorup uang belanja selama ditinggal ke luar negeri. "Jadi maaf ya, Bu Kusnadi. kita harus repot begini," ujar istri pemilik yayasan dengan tutur katanya yang lembut sopan dan tenang.

Di ruang tamu, Pak kus terlibat basa basi dengan pemilik Yayasan. Ia menolak ketika ditawari rokok. "Maaf, pak. Nyuwun sewu, saya tidak merokok."
Pemilik Yayasan mengganguk dan tersenyum. "Salah satu kelemahan saya adalah mentaati tata cara hidup sehat." kata beliau jujur.
Sebaris asap melayang di udara. Dalam hati pak kus sempat mengejek. Ah, cuma asap yang tidak beraturan. Saya bisa membentuk asap jadi barisan lingkaran yang spektakuler !
Hening sejenak.

"Pak kus punya siswi yang bernama Astuti?"
Jantung pak kus nyaris copot mendengar pertanyaan pemilik Yayasan yang terdengar begitu tiba-tiba. "As. . .titi, Pak?" ucapannya tak lancar.
"Ya, Astuti Setyorini Nawangsih," Pemilik yayasan memperjelas kata katanya.

Pak kus jadi begitu sibuk mengatur detak jantungnya. Tak satu pun ucapan yang keluar dari bibirnya yang gemetaran. Mengapa dia menanyakan Astuti ? Apa hubungannya dengan anak Pengusaha Rotan itu ?
"Dia anak bungsu adi saya, pengusaha rotan yang konyol itu," Kata pemilik yayasan, seolah tahu apa yang ada dipikiran lawan bicaranya. "Astuti mengadu pada saya, Papanya gemar kirim amplop ke sekolah kita !"

Pak kus semakin terpuruk. Jangankan berusaha bela diri, sekedar berkelit pun tak bisa. Rupanya kesempatan itu digunakan pemilik yayasan untuk menuntaskan apa yang hendak disampaikan sejak kemarin.
"Sekolah itu saya dirikan dengan tujuan yang amat jelas, mencetak generasi penerus bangsa yang cerdas, berbudi, dan cinta tanah air. Generasi penerus bangsa yang tangguh. Berani benar adik saya itu main sogok ! ketika saya damprat, ia mengejek saya, salah sendiri tidak memiliki anak buah yang jujur. Saya malu, Pak kus. Rupanya anda telah terkenal gampang menerima suap!"

Hanya terdengar tarikan dan hembusan napas.
Bu kus dan istri pemilik yayasan muncul untuk bergabung.
"Mari kita pulang, Pak !" ajak bu kus tanpa memperhatikan suasana yang mencekam. "Nanti kemalaman." dalam benak bu kus tersusun rencana muluk. Ingin punya cincin berlian seperti yang dipakai istri pemilik yayasan. Ruang olahraga, dan segudang keinginan lainnya yang di ilhami oleh kepunyaan istri pemilik Yayasan.
"Saya. . . . saya minta maaf, pak?" kata Pak Kus setelah mengumpulkan segenap kekuatannya. Suaranya lirih nyaris tak terdengar. Pemilik yayasan hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Lalu katanya pada sang istri, "Bu tolong ambilkan amplop yang tadi sudah saya siapkan."
"Di laci meja kerja bapak?"
"Ya, benar."
"Baik pak, tunggu sebentar!"

Bu kus memandang pak kus. amplop berkat lagi ini. Berlian, alat olahraga. . .tapi kenapa wajah suaminya itu sangat pucat ?
"Ini buat pak kus," ujar pemilik yayasan setelah menerima amplop coklat dari tangan istrinya. Di sodorkannya di meja sambil mengatakan," Tahun depan, saya ingin pertiwilah yang jadi juara pertama, seperti seharusnya. Kasihan anak buruh pabrik yang pintar itu."

Bu kus segera merebut amplop ketika mereka telah berada dalam mobil. "Lucu sekali," katanya riang bercampur heran. "Pemilik yayasan ikutan main amplop supaya seorang anak dijadikan juara pertama. Dunia sudah gila rupanya.

Pak kus mengerem mobil secara mendadak. Nyaris menabrak anak kecil yang belajar bersepeda di ujung kompleks. Pikirannya begitu kusut. Ini pasti akhir dari karierku sebagai kepala sekolah. Akhir dari profesiku sebagai guru."
"Hati-hati dong, pak! protes Bu Kus sembari membuka amplop. Isinya segepok uang seratus ribuan dan selembar surat. "Ya, ampun ! banyak amat. dan surat ini . . ."
Pak kus menyandarkan kepalanya ke belakang, ke kursi mobil yang didudukinya.
"Ini. . .ini. . ." Wajah bu kus memucat, membaca isi surat itu. "Pemutusan Hubungan Kerja. . ."
Pak kus menelan ludah."Ya, itu amplop terakhir kita, Bu. Sungguh yang terakhir!"

Kepala bu kus terkulai di bahu Pak kus.
"Bu, bangun, bu ! bu. . .!"

Senin, 28 April 2014

Bapak, Mengapa Aku Berbeda ?

http://safasc.files.wordpress.com/2010/11/ayah-dan-anak2.jpg
Memang aku tergolong keluarga yang miskin, bapakku adalah seorang buruh, ibuku adalah tukang cuci pakaian. Walaupun kami serba kekurangan, keluarga kami tetap penuh dengan kasih sayang. Tetapi Alhamdulillah kita tidak pernah mengalami apa yang namanya kelaparan, karena ibukku pintar mengatur uang.

"Bapak.!"
"Iya, nak ?"
"Dede, pergi ke sekolah dulu, ya"
"Iya, nak. Hati-hati ya ?"

Aku pergi ke sekolah biasa dengan berjalan kaki, karena bekalku tidak cukup untuk naik kendaraan umum. Aku tetap menikmatinya, siapa yang tidak suka berjalan di pagi hari dengan udara sejuk pedesaan. Ku menyusuri setiap jalan dengan pemandangan sawah yang membentang luas berwarna hijau. Gemercik air selokan membuat damainya suasana di desaku. Jarak rumah ke sekolah SD ku kira kira 1 Km. Memang jarak yang tidak dekat, tapi biasa berangkat jam 5 Shubuh.

Jam Setengah tujuh aku biasa masuk sekolah, tapi Alhamdulillah aku jarang terlambat. Ku nikmati hari hari ku di sekolah bermain bersama teman, belajar bersama teman. Ku mendapat banyak pengalaman di sekolah. Sampai saat ini aku tidak pernah bosan apa yang dinamakan belajar, teman temanku biasanya sering menghabiskan bekalnya untuk jajan di kantin, tapi aku berbeda aku selalu menyisakan uangku untuk ditabungkan agar aku bisa membeli sepeda. Aku tau ayahku tak mampu membeli sepeda baru.

Jam 11 siang, bel pulang berbunyi, ku mengemasi peralatan sekolahku ku mengeceknya lagi sampai tak ada yang ketinggalan. Seperti biasa pulang pergi aku selalu menyusuri jalan yang telah aku lewati sebelumnya. Walaupun sekarang udara dari sejuk berubah menjadi panas.

Sesampainya di rumah aku selalu membantu Ibuku menyiapkan makanan untuk kita semua. 
"Nak ?"
"Iya, bu."
"Suruh bapakmu makan dulu"
"Iya. bu" aku segera pergi untuk memanggil bapakku yang sedang bekerja
"Pak, makan dulu, itu makanan sudah siap"
"Iya, nanti bapak kesana"

Kita selalu makan bersama ditengah terangnya lilin, maklum listrik kami sudah dicabut minggu lalu, tapi kami sekeluarga tetap menikmatinya.
Aku ingat pesan ibu guruku, bahwa semua siswa harus memakai pakaian khusus untuk memperingati Hari kartini. Aku bergegas memilih baju yang akan aku kenakan besok. Tapi aku sekalipun tidak pernah mempunyai baju yang spesial, bajuku semuanya sudah jelek dan robek. Aku meminta ke Bapaku apakah aku bisa mempunyai baju spesial besok. Bapaku menyanggupinya

Aku segera tidur, dan aku tidak sabar untuk bangun pagi esok, dan cepat cepat menunjukan pakaian baruku besok. 
Tapi kali ini aku malah bangun jam 6 pagi. aku langsung bergegas mandi dan menyiapkan buku yang dibawa kali ini. Aku langsung memakai baju baru yang sudah disiapkan oleh ibu untuk memperingati hari Kartini. 

"Nak, ayo ! bapak antar"
"Ayo, pak"

Sesampainya di sekolah, aku terheran. Mengapa semua teman temanku, memandangku seperti, apakah mungkin gara gara aku pakai baju baru. Ah tidak mungkin, karena ada juga yang menertawaiku, mungkin bajuku ini kuno dan jelek, memang aku berbeda dengan teman temanku yang orang tuanya berkecukupan. Wajahku yang tadi bahagia berubah menjadi sedih. Aku memandang baju yang telah dibuat oleh ayahku. Kini aku sadar kenapa aku ditertawakan oleh teman teman.

"Bapak, mengapa aku berbeda !"
"Beda apa nak."
"Ini bajuku pak"
"Bajumu kenapa ? itu sudah bapak beli susah susah lho"
"Iya,bapak, tapi ini kan Kebaya.. "
"Lho kan katamu, buat memperingati hari Kartini, ya, tak buatin baju kebaya."
"Tapi, aku kan laki laki, bapak."
"alah, ya biarin kan biar beda sama temanmu yang laki laki"
"Ya elah bapak"

oleh : Algifari