Rabu, 02 April 2014

Jangan Ambil Nyawaku !

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCYB8pWbcEnkvQMhh0DmD0ucKDjLKk2uTXd_dJ9WKu_aJtFbIssoBqjHXPvIMDeouxgLwOXjDauTHzJAEqbSDZegg7-l4ZFCBCF93hZbjBYepH2GV1YdLI0os1JRz-RV83JG1SlPiltxYK/s320/merenung.jpg
Miranda, boleh aku bicara secara pribadi dengan orang tuamu sebentar?” Tanya Dr. Mullen.
“Tentu.” Aku mengangkat bahu. “Aku tidak peduli.”

Mereka bertiga meninggalkan kamar. Aku menelpon Emma dengan ponselku

“Bagaimana ?” Katanya.
“Mereka masih berbohong,” Kataku, merasa mual.
“Mereka agak kedodoran sehingga aku langsung tahu. Tapi, kenapa mereka bohong Emma ? aku sangat ketakutan. Satu-satunya hal yang kupikir bisa diandalkan adalah orang tuaku, dan betapa terbukanya sikap kami selama ini.” Aku menghela napas.

“Anak itu aneh sekali. Ia mengacau, ia menyebut orang tuaku penciptanya.”
“Penciptanya? Seperti Tuhan.”
“Yah. Kurasa seperti itulah orang tua kita. Tapi . . . ,” tambahku tiba tiba teringat, “ia juga menyebutkan Dr. Mullen.”
“Astaga,” petik Emma, “Apalagi katanya?”

Aku mulai merasa ketakutan. Aku nyaris tidak ingin memikirkan kata-katanya.

“Kamu dengar apa yang ia katakan takdirnya. Takdirnya adalah aku. Maksudku, apa artinya ?”
Ketiga orang dewasa itu kembali ke kamar. “Apakah itu Emma?” Tanya ibu dengan suara tajam.
“Ya.”
“Ia sudah memberi tahu seseorang ?”
“Bagus. Larang dia ! atau lebih baik, ibu bicara sendiri dengannya. “Ibu merebut telepon itu dariku.
“Emma ? dengar aku. Jika kau mengatakan sesuatu kepada seseorang, kamu yang bertanggung jawab atas kematian temanmu.”
“Ibu !” aku terhenyak
“Kamu mengerti ? bagus.” Dan ia memutuskan hubungan telepon.

Ibu mulai berbicara dengan buru-buru. Suaranya keras, tatapannya tajam, seolah-olah itu satu-satunya cara agar ia bisa mengeluarkan kata-kata. 

“Baiklah, Miranda. Kami akan menceritakan kepadamu sesuatu yang pasti akan membuatmu gusar. Tapi, ibu pikir, lebih baik gusar daripada mati. Jadi beginilah ceritanya.”
Ia menghela napas pendek. 
“Gadis itu adalah duplikat dirimu. Ia diciptakan dari DNA yang diambil saat kelahiranmu. Ia jaminan asuransimu. Begitu banyak anak tewas dalam kecelakaan mobil atau penyakit mengerikan, semua karena dokter tidak bisa mendapatkan organ pengganti, atau sumsum tulang, atau apalah. Kami, ayahmu dan ibu, bertekad kamu tidak akan mengalami nasib seperti itu. Kami tidak ingin melihatmu mati. Jadi, kami membuat sebuah duplikat. Ia diciptakan di sini, dengan satu-satunya tujuan, mendonorkan untukmu apa pun yang kamu butuhkan.”

Tiba-tiba lututku terasa lemas dan aku begitu gemetar sampai nyaris roboh. Dr. Mullen mendudukan aku di sebuah kursi.

“Misalnya hati.” Kataku, suaraku nyaris berbisik.
“Ya.” Jawabnya dengan nada suara menantang, “Misalnya hati”
“Jadi, ibu akan mengorbankannya untuk menyelamatkanku?”
“Itu harus dilakukan, ia bukan orang sungguhan, Miranda. Ia hanya duplikat. Ia dibesarkan di lab.”
“Tapi, ia bicara. Ia bisa merasakan. Ia Ketakutan !”
“Omong kosong ! ini saat yang ia tunggu—tunggu.”

Aku tidak mampu berbicara. Aku sangat terkejut. Aku tidak bisa berpikir. Sebuah duplikat. Sebuah. . . . sebuah . . . dan kemudian, sebuah kata muncul dalam pikiranku dan katakana keras-keras. 

“Sebuah klon.” Aku mulai tertawa.” Ini lelucon, kan ? ini hanya lelucon.” 

Mereka memandangku tanpa berkata-kata. Aku berhenti tertawa. “Kamu bukan orang tuaku !” teriakku.
“Kamu monster-monster yang mengerikan. Ini benar-benar terjadi. Ia tidak nyata! Ini semua hanya mimpi.  Mimpi, aku ingin bangun.  Aku ingin bangun!” aku tertawa, menangis, dan berteriak. 

Kurasa aku sudah gila. Aku menoleh kepada Dr. Mullen. 

“Beri aku sesuatu agar aku bisa tidur,” desakku,  “Aku tidak tahan lagi terjaga.”

Ayah kelihatan sudah hampir menangis. Ibu hanya kelihatan marah. Aku kembali ke ranjang dan membaringkan badan. Aku ingin kegelapan. Lupa segalanya. Aku tidak tahan terjaga barang sedikitpun.

Minggu, 30 Maret 2014

Kata Kata Bijak Mario Teguh Terbaru 2014

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjCIi_gVzLkuDyBWBHUhD1NaBZm_3vlQ4LEv_t7I_wxyA38LuR4N_Vuj9AFovHVtVdKCZbEnPX8FoYEHvfSnIPWgNAurURx390rE0DejRCd03ekTXqC43iFoMBZ6RB7SE08-_fqt8AZvMni/s640/kata-kata-super-mario-teguh-bagian-1.jpg

Aku yakin sekali, Setan itu takut air.
Setiap habis mandi, pandanganku terang,
pikiranku bersih, dan hatiku riang.

Katakanlah …Aku memang bukan yang terbaik bagi semua orang, tapi aku adalah yang terbaik bagi yang kucintai. 

Wanita sangat mementingkan tanggal jadian, dan bersedia putus kalau laki-lakinya lupa.

Saat mendengar nasihat, kata 'tapi' sering digunakan oleh orang yang tidak setuju karena takut mencoba, atau karena malas. 

Masalah adalah rahmat yang tidak enak rasanya. Meskipun sulit, syukurilah semua yang ada di dalam hidup Anda, termasuk masalah dan kesulitan Anda.

Wanita memang suka berlian, es krim, dan coklat. Tapi yang paling disukainya adalah kepastian. 

Tidak ada laki-laki yang bisa disebut sukses jika wanitanya tidak bahagia.

Berpikirlah, tapi jangan terlalu banyak. Terlalu banyak berpikir menjadikan Anda penakut yang banyak alasan.

Berharap menjadi orang lain adalah mendustakan potensi yang ada pada diri Anda. Nikmat Tuhan mana lagi yang Anda dustakan?

Berlakulah ramah kepada orang lain. Anda tidak pernah tahu kepedihan hatinya, dan mungkin Anda menjadi alasan bagi harapan barunya. 

Orang yang giat mencari yang gratisan, sebaiknya giat bekerja agar mampu membayar.

Wanita suka marah kalau laki-laki lupa tentang yang menurutnya penting, padahal menurut laki-laki itu tidak penting.

Orang yang berbicara buruk tentang Anda biasanya adalah orang yang iri dengan kebaikan hidup Anda.
Syukuri hidup Anda, dan doakanlah kebaikan baginya.
Itu sikap jiwa yang baik.    

Orang yang suka berdusta akan cepat atau lambat meyakini dustanya sebagai kebenaran.  Dan setelah beberapa saat, dia akan tersesat dalam kebingungan dalam kenyataan yang semuanya dusta.

Jangan menggunakan logika dengan wanita. Semua yang Anda pikir benar, selama itu bukan ide mereka, salah!

Kehidupan minus cinta, sama dengan hampa. Aku tanpa dirimu, sebaik tiada. 

Bersabar memang tidak menjamin bahwa Anda bisa mengatasi masalah, tapi semua masalah membutuhkan kesabaran dalam mengatasinya.

Jika Anda berani, Anda bertindak. Jika Anda takut, Anda akan bilang: Ini harus dipertimbangkan dengan matang.  

Jika Anda berani, Anda bertindak. Jika Anda takut, Anda akan bilang: Ini harus dipertimbangkan dengan matang. 

Jangan menceritakan permusuhan Anda dengan orang lain, kepada wanita Anda.
Walau pun Anda nanti sudah berdamai dengan mereka, wanita Anda akan tetap memusuhi mereka sampai di pintu neraka.

Jika engkau mencintainya, jadikanlah ia cintamu yang satu-satunya dan yang terakhir.

Jangan bertengkar dengan wanita. Kalau Anda menang, Anda ditertawai. Kalau Anda kalah, Anda lebih ditertawai lagi.

Dengan berjalannya waktu, Anda akan setuju dengan saya bahwa banyak sekali dusta yang tertulis dalam surat cinta.  

Menyerah dan berhenti itu berbeda. Menyerah itu karena kelemahan hati. Berhenti itu karena tahu ini bukan waktu yang baik untuk meneruskan.

Kehidupan yang hebat selalu dicapai oleh anak muda yang tidak takut dikomentari oleh orang yang iri

Menjadi anak muda itu tidak mudah. Jika aku gagal sebagai anak muda, aku akan lebih gagal di masa tua.
Aku harus sukses!

Anda tidak harus ahli untuk mulai melakukan sesuatu, karena Anda membangun keahlian itu dari melakukannya.

Yang akan sukses di antaramu - sama suka bercanda-nya denganmu, tapi dia lebih serius belajar dan bekerja.

Harapan adalah penghubung antara sepedih-pedihnya keadaan dengan seindah-indahnya kesyukuran.

Kita diminta untuk bersabar dan terus melakukan kebaikan yang berada dalam kemampuan kita, karena Tuhan akan meneruskan dari situ untuk melakukan yang tidak bisa kita lakukan.

Janganlah menyakiti hati siapa pun walau pun dia pantas kau sakiti. Karena, siapa pun yang sakit hati menjadi lebih berhak bagi keadilan. Janganlah sampai timbanganmu dikurangi, karena engkau menjahati orang yang seharusnya kau maafkan.     

Puisi : Hujan Bulan Juni (Sapardi Djoko Damono)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgfLhhb9Hgsjekv6XkxauLdGcCtbFAUGPrDckOV0rSmhLlpaXoMzoWHhm-B1H25Evz5J_YQqKFpiF8X76STx78uWhJoqT3_JuWS-BONJ66feJdoXeDJ5_8BP_eXZYhbsWftVDW6VwOZW6g/s1600/hujan.jpg
Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu

Ibu, Daun, Senja

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWFNOS5x2NWGNhY7jmQ-62zfz_2r3kgDVvNeTuTIDvyEyCnTWYVGqlY7OEbkXAn8xyO32vyRoJv5iF5BYiAoUuz1hUkpDZxOzLeGp2P68rHHhf2UA_hhX7eLXsU2ll5NXjxTmqdlZoJ5Y/s1600/Jingga+-+Daun+Cinta.jpg
Ibu suka duduk di beranda, menikmati angin senja. Memandangi daun-daun berjatuhan di halaman. Sebentar lagi, saat matahari surut ke balik gunung. Ibu akan segera memanggilku. Menyuruhku menyapu daun-daun itu. Mengumpulkan lalu membakarnya. Dari ruang belakang, aku sudah menunggu panggilan ibu. Namun, meskipun matahari sudah terbenam, ibu belumjuga memanggiku. Ingin rasanya aku berjalan ke depan. Menghampiri ibu dan mengerjakan apa pun yang diperintahkannya. Namun, aku masih menahan diri untuk beberapa waktu. Mungkin sepuluh menit sudah berlalu. Suasana senja semakin remang dan nyaris gelap. Tetapi, ibu belum memanggilku. Apakah ibu lupa? Aku segera berjalan melipir dari samping rumah. Begitu langkahku mencapai teras beranda, aku lihat ibu sedang asyik termenung. Atau melamun? Dalam remang, masih dapat kulihat di halaman berserakan daun. Besar dan kecil. Itu pasti daun-daun mangga milik tetangga atau daun-daun mahoni seberang jalan. Atau daun-daun lain yang entah apa namanya dan entah dari mana asalnya. Tak ada niat untuk menyapu. Sudah terlampu senja. Lalu kuhampiri ibu. Apa yang tengah ibu renungkan di saat senja tua begini?

“Ibu..,” ucapku nyaris berbisik.
Sekilas ibu tampak terkejut. Tetapi, setelah tahu yang datang adalah aku, ibu tersenyum. Tipis sekali.
“Kau tak perlu menyapu kali ini.”
“Sudah hampir malam, bu. Mengapa ibu belum masuk?”
“Ibu masih ingin di luar, nak. Ibu suka melihat keluasan langit. Ibu suka menikmati hembusan angin. Ibu suka sekali memandangi daun-daun yang dibakar! Ibu seperti menghayati sekali.” Ibu terdiam.
“ibu bisa sakit jika terlalu lama di luar. Apalagi dalam udara malam.”
“Jangan terlalu mengkhawatirkan ibu, nak. Tapi baiklah. Antar ibu ke kamar.”

Kubantu ibu bangkit dari kursi dan kupapah masuk rumah. Setelah mengantar ibu, aku cepat balik lagi ke depan. Membenahi meja kursi di beranda. Menutup pintu, jendela, mengunci, menyalakan lampu-lampu beranda di halaman. Rutinitas kerjaku biasanya langsut surut, usai mengunci pintu-pintu dan menyalakan lampu-lampu. Dan aku akan segera masuk kamarku ,mendengarkan radio, nonton TV, atau membaca.

Ibu selalu penuh perhatian. Jika malam telah tiba, ibu jarang manggangguku dengan menyuruh ini itu. Hanya sekali ibu memanggilku dengan telepon yang dipasang parallel bila akan ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu atau hendak buang hajat. Hampir sepuluh tahun, aku menemani ibu. Irama senja, malam, dan pagi tak pernah berubah. Namun rutinitas itu sama sekali tak membuatku jenuh mengabdi pada ibu.

Sebenarnya, ia bukanlah ibuku. Ia hanya seorang wanita tua yang baik hati. Dan ia memaintaku agar aku memanggilnya “ibu”, siapa pun yang tak tahu asal-usulnya orang akan menduga aku adalah anak kandungnya. Anak satu-satunya. Aku sendiri juga tak tahu, siapa sebenarnya wanita tua itu. Aku hanya tahu, dialah yang merawat dan membesarkanku. Juga membiayai sekolahku. Sering aku bertanya kepada wanita itu, siapakah sebenarnya aku? Dengan senyum jenaka, wanita tua itu akan menjawab,”kau adalah anak ibu. Anak ibu yang cantik, manis, dan rajin bekerja.”

Ingatan masa kecilku tak sanggup menelusuri jejak hidupku lebih jauh. Tak ada sedikitpun membekas di benakku bayang-bayang ibu bapakku. Yang membekas hanya kolong kolong jembatan,rumah-rumah kardus, dan emperan-emperan toko yang mura. Semua itu selalu membayang demikian jelas di kelopak mataku. Bahkan, sampai kapan pun bayang-bayang itu takkan pernah hilang. Itu semua sudah menjadi bagian masa kecilku yang tak mungkin terhapuskan. Andai wanita itu tak berbaik hati memungutku dari jalanan, entah apa jadinya masa depanku.

Mungkin kini aku sudah menjadi gadis jalanan. Atau malah gembel. Aku sangat berhutang budi kepada wanita tua itu. Aku sudah bertekad mengabdi kepadanya sampai akhir hidupku. Namun, tekadku tampaknya tak akan kesampaian. Pengabdianku tampaknya hanya akan sampai pada akhir hidupnya. Sebab dari hari ke hari wanita itu bertambah uzur dan rapuh. Sering sakit. Jalan pun harus dipapah. Pernah aku bertanya apakah ia punya anak selain aku? Pertanyaanku dijawabnya dengan sendu. "Tidak". Dan ketika aku bertanya lebih jauh tentang suaminya. Tiba-tiba riak mukanya memucat. Sampai sekarang pun pertanyaanku tetap menggantung tak menemukan jawab.

Pagi datang lagi. Matahari bersinar lembut di ufuk. Seperti biasa, ibu minta diantarkan ke halaman belakang, menjemur diri hingga kira-kira pukul delapan. Sementara ibu di halaman belakang, aku menyiapkan sarapan roti dan susu. Lalu segera membawanya kepada ibu. Ibu selalu sarapan sambil menghangatkan tubunya di bawah matahari pagi. Dulu, semasa sekolah, dan ibu juga masih sehat, menjemur diri di pagi tak pernah dilakukan.

Hanya olahrga lagi pagi. Itu pun seminggu sekali biasanya hari minggu. Aku sendiri sering menemaninya dan yang  menyiapkan sarapan selalu ibu. Aku sangat bersyukur, dulu ibu selalu sehat walafiat. Andai dulu sudah sakit-sakitan tentu aku bakal sangat kerepotan. Aku harus pandai pandai mengatur waktu untuk masak, mencuci, sekolah, menyapu dan lain-lain. Ibu tak pernah punya niat mengambil pembantu.

“Jangan biasakan hidup manja,”katanya.

Ibu mulai sering sakit sejak aku lulus SMA tiga bulan lalu. Mula-mula, ibu mengeluh kepalanya sakit sebelah. Setelah diperiksa ke dokter, ibu kena migraine. Tak lama kemudian, suka kejang-kejang dan kemudian gejala stroke. Sejak itu, aktivitas ibu di luar rumah berkurang, berkurang dan akhirnya tidak sama sekali. Aku tahu, ibu memiliki lahan perkebunan sangat luas di suatu tempat luar kota. Sekali ibu pernah cerita perkebunan kelapa sawit itu bukan murni hasil jerih payahnya. Dan kelak, aku akan mewarisinya. Beberapa kali ibu pernah mengajak melihat perkebunan itu.

“bila tiba waktunya, akan ibu serahkan semua itu kepadamu. Sekarang, kau belajar baik-baik. Kalau perlu kuliah .”

Setelah lulus SMA, aku memang dirusuh ibu kuliah. Namun, aku menolak. Aku tak mau merepotkan ibu meskipun soal biaya sama sekali tidak akan jadi masalah. Ibu punya cukup simpanan. Karena tak mau kuliah, ibulah yang “menguliahiku”. Hampir setiap hari, ibu menuturkan pengalaman bisnis perkebunannya kepadaku. Dari cerita-cerita pengalamannya itu diharapkan wawasanku tentang strategi dan etika berbisnis akan bertambah. Dan cerita seputar itu. Tak sekalipun ia menyinggung cerita masa kecilnya. Apalgi latar belakang keluarganya. Lalu ibu mengungkapkan harapannya agar kelak aku jadi wanita karier yang sukses seperti dia. Dan harus mampu meneruskan jejak yang sudah dirintisnya.

“ibu ingin membuktikan anak jalanan pun kalau sudah diberi kesempatan akan mampu meraih sukses.”
“Siang kauantar ibu ke dokter. Kau tidak kemana-mana, kan?”
“tidak. Bu.”
“kau memang tak pernah kemana-mana. Kau tentu merasa terkurung gara-gara ibu.”
“Jangan berkata begitu,bu.”
“kau muda. Ibu pernah mengalami masa muda.”
“sudahlah, bu. Jangan banyak pikiran. Aku akan senang sekali jika ibu segera sembuh.”
“ibu sudah kena stroke. Ditambah migraine lagi. Tipis harapan bakal sembuh.”
“ibu…, sudahlah bu.”
“mungkin sudah tiba waktunya. Ibu mengajakmu meninjau perkebunan itu lagi. Pulang dari dokter kita langsung ke sana.”
“jangan dulu, bu. Masih ada waktu. Lain kali saja.”
“ibu khawatir ‘lain kali’ ibu tak ketemu lagi
“ibu…..!” kupeluk ibu angkatku itu.

Perkebunan itu sangat luas. Puluhan hectare. Dan ratusan batang sawit tumbuh amat rimbunnya. Sehari setelah cek ke dokter, ibu mengajakku meninjau perkebunan itu, dengan lebih seksama. Mengamati sudut-sudut lahan perkebunan hingga pola tanah, panen, dan tebang. Dan aku nyaris tak percaya lahan seluas itu kelak akan jadi milikku. Rasanya seperti mimpi. Namun, itu buka sekedar mimpi. Seminggu kemudian, ibu meninggal. Dan harta pekebunan sawit yang amat luas itu sah menjadi millikku. Sebelum meninggal, diam-diam ibu sudah mengalihnamakan kepemilikian seluruh hartanya. Aku benar benar bersyukur kepada Tuhan, bahwa aku melalui jalan kehidupan ini dengan lurus dan mulus.

Meskipun dulu aku lahir dan besar di jalanan, tanpa jelas siapa yang melahirkan, merawat, dan membesarkanku. Ternyata ada seorang wanita baik hati yang menyelamatkan masa depanku. Tanpa wanita baik hati itu, entah apa jadinya nasibku. Menjadi wanita karier, ternyata tak bisa santai. Aku mesti sering keluar rumah untuk menyelasaikan ini itu. Aku tak bisa memasrahkan segala urusan hanya kepada sekretaris atau pembantu-pembantu yang lain  yang sudah lama bekerja di perkebunan itu sejak ibu merintis bisnis. Dari hari ke hari, setelah cukup lama mengelola perkebunan itu, aku kadang dihinggapi rasa letih. Dan ingin istirahat. Maka kini aku sering duduk-duduk di beranda, mengawasi langit senja dan sampah daun berserakan.

Tapi kini, tak ada gadis yang menyapu, mengumpulkan apalagi membakarnya. Tiba-tiba bekakku disesaki kenangan masa kecilku, kolong-kolong jembatan, rumah-rumah kardus, dan emperan-emperan toko yang murang… apakah ibu juga memiliki kenangan masa kecil yang sama denganku? Setelah ibu tiada, pertanyaan itu semakin sulit dijawab

Jumat, 28 Maret 2014

Cerita Abunawas "Menjebak Pencuri Domba"

    https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh_7f3wnoNzztWRX4uIjU5LLz6Svy0qZleCtH4WrUwzKDeaqQlQ99OUXXg52r7z0s-PwYCluufXfsJQ70a5OhkNgRzCGy3nyp9LwaxiC9IsFuE_gdaMd6T-7SFvWmJ2UiHyBpctNa1jxn3H/s1600/abu-nawas.jpg
Untuk persiapan Hari Raya Qurban, Abunawas membeli seekor anak domba. Anak domba tersebut rencananya akan dipeliharanya dan dijual pada hari raya qurban nanti. Diharapkan anak domba tersebut sudah menjadi gemuk dan besar pada saatnya nanti.
    “Tentu harganya akan mahal,” lamun Abunawas” dan aku pasti untung besar.”
    Tapi untung tak dapat diraih, malah tak bisa ditolak. Belum dua hari Abunawas memeliharanya, tiba-tiba anak domba itu hilang dicuri orang. Dapat dibayangkan betapa sedihnya hati abunawas.
    “Tega benar pencuri itu padaku,” gumam abunawas. “padahal aku membelinya dengan susah payah.”
     Berhari-hari Abunawas mencarinya, tapi tidak ketemu juga. Dari pengalamannya, pencuri domba itu bukan orang jauh. Kalau bukan tetangga, pasti orang-orang di dekat sini saja. Tapi bagaimana memastikan bahwa merekalah pencurinya?
    Seminggu kemudian, abunawas diundang tasyakuran. Yang mengundang adalah tetangga dekatnya yang bernama Towos. Selain abunawas, towos juga mengundang Pak Hakim. Sejak menerima undangan itu, Abunawas sudah merasa curiga pada towos. Perasaan itu terpatri kuat di hati abunawas.
    Dalam acara tasyakuran tersebut dihidangkan menu sate dan gulai yang amat lezat. Baunya semerbak membangkitkan selera. Abunawas menahan perasaannya dalam-dalam.
    “Kalau makan sate dan gulai seperti ini kau jadi ingat anak domba kesayanganku,” ujar Abunawas mengawali bualannya.
    “Tapi sayang,” lanjutnya Abunawas lagi,” anak domba itu dicuri orang. Padahal…?”
    “Padahal apa Abunawas?” Tanya pak hakim yang rupanya tertarik dengan cerita abunawas.
    “Padahal anak domba kepunyaanku itu tidak ada bandingannya di seantero bagdad ini. Badannya gemuk, matanya bersinar, dan bulunya lembut bagaikan sutra. Siapa yang melihatnya pasti ingin memilikinya.”
    “Sayang sekali aku belum melihatnya,” ujar pak hakim mengomentari cerita  Abunawas.
    “itu belum seberapa,” lanjut abunawas meneruskan bualannya. “disaat bulan purnama, anak domba kesayanganku itu bisa juga bisa mendendangkan lagu-lagu qasidah.”
    Pak Hakim dan para undangan semakin tercengang. Mereka seakan –akan tidak percaya. Tapi situasi semacam itu membuat towos, tuan rumah menjadi panas hatinya. Dia tahu persis bahwa anak domba kepunyaan abunawas sama sekali tidak seperti yang diceritakan oleh si empunya. Tak sadar, dia keceplosan.
    “badrun!” teriak towos memanggil anaknya. “tolong ambilkan kulit domba yang baru saja kita sembelih dan bawa kesini!”
    “buat apak pak?” Tanya badrun
    “biar pak hakim dan para undangan tahu kalau abunawas adalah seorang pembual besar. Dengan melihat kulitnya, mereka akan tahu kalau anak domba abunawas sebenernya sangat kurus dan kurapan.”
    Mendengar towos keceplosan, seketika abunawas menghujam pertanyaan yang telak.
    “jadi, kau yang mencuri anak dombaku?” sergah abunawas. Towos gelagapan. Dia sadar kalau keceplosan ngomong. Akhirnya mau tak mau dia menemui akibatnya, mendapat malu tengah-tengah pak hakim dan para undangan, sementara itu, abunawas walau telah kehilangan anak domba, akhirnya bisa tersenyum karena mempermalukan pencurinya

Senin, 24 Maret 2014

Pengakuan Jujur Anak Malaysia Terhadap Indonesia

http://static.inilah.com/data/berita/foto/1932861.jpg
Setelah diteliti lebih jauh ternyata forumers Malaysiaku tidak pernah berfikir panjang apa yang akan dia orang tulis,seperti:

1. dia orang mengatakan bahwa Indonesia tidak kreatif dan mengambil budaya malaysia, nyatanya. semua budaya dan lagu Indonesia telah nyata2 kita claim (batik: kita bilang batik malaysia padahal batik hanya ada satu yaitu dari Indonesia dan kualitasnya jauh lebih baik;Reog: kita hanya mengubah nama saja menjadi barongan padahal semua itu sama saja dengan reog,dll). Tidakkah itu tindakan yang salah.

2. Kita Orang kata lagu Indonesia jelek. Kenapa kita tak bisa terima kenyataan bahwa di malaysia ramai yang disukai adalah lagu2 Indonesia. Peringkat pertama Top hits di salah satu stesen radio malaysia adalah PETERPAN. Malahan lagu daerah di Indonesia kita claim. (Rasa Sayange).

3. Kita orang kata bendera dan lambang garuda Indonesia menjiplak dari Polandia, Monaco, sedangkan kita orang pun tak tau sejarah bendera Indonesia, dan kita tak tau bahwa di dunia ini ramai negara yang memiliki lambang garuda. Sedangkan bendera kita persis sama dengan Amerika hanya beda di bulan dan mataharinya saja. Tidakkah seharusnya kita sedar diri.

4. Ramai kita kata orang Indonesia bodoh2 hampir disetiap forum di negara kita ni, saya kerap melihat kata2 dr forumer yg berbunyi: indon bodoh blalala. Macam mana dengan kita..? Nama pelajar malaysia pun tidak pernah terdengar di peringkat pertama di olimpiade sains international. sedangkan indonesia, hampir setiap tahun putra-putri indonesia menang dalam olimpiade internasional bahkan sering mendapat medali emas. Dan tidakkah kita tau bahwa dokter2 Indonesia selalu menjadi guru besar dan mengajari dokter2 malaysia di negara kita ni.

5. Salah satu dari forum yang kita tulis bahwa kita bangga dijajah England. Dan kemerdekaan kita hanyalah pemberian semata dan bukan merupakan hasil perjuangan.

Baca kutipan dari Majalah Time di tahun 1957 tentang kemerdekaan Negara kita.ya :

“The Malayans .. though the curiously un-enthusiastic calm with which they received their independence was attributed by British residents to the fact that it was ‘handed to them on a platter.’”

Warga negara kita tidak puas karena kemerdekaannya seperti diberi oleh kerajaan Inggris. Time Magazine, “Malaya, A New Nation”.

Indonesia lahir dan jadi bangsa besar di dunia dengan cara yang heroik, mengusir bangsa-bangsa imperialis terbesar dunia, Belanda, Inggris, Jepang. Sukarno, Hatta, Jenderal Sudirman, Bung Tomo ,sejarah Indonesia penuh dengan pahlawan-pahlawan besar.

6. Kita orang kata Indonesia pencuri, padahal dalam kenyataanya bahwa kitalah yang pencuri (Ambalat,illegal-logging,dll).

7. Ketergantungan kita Pada Indonesia.
Ekonomi kita tergantung dengan Indonesia. Meskipun TKI cuma kuli kasar, ekonomi kita akan langsung jatoh kalau mereka tak ada.

8. Kita tak sedar, tak tau bahwa di negara kita banyak tenaga pengajar yang dari Indonesia sedangkan tenaga pengajar malaysia tidak laku di Indonesia.

9. Kita bangga dengan kekuatan militer kita karena kita tidak tahu apa2. Indonesia masuk 13 besar forces terkuat didunia sedangkan malaysia masih dibawah 60!Dan dia orang (Indonesia) selalu menjadi forces inti dari pasukan PBB International.