Selasa, 25 Februari 2014

Mengenang Sendok dan Sedotan

http://www.dewilestari.com/wp-content/uploads/2013/12/Dewi-Lestari-cumicumidotcom.jpeg
Di tengah sawah dan hotel mewah di Ubud, saat saya dan beberapa rekan penulis diminta hadir oleh UNAIDS untuk program pengenalan HIV/AIDS. Saya sempat bertanya dalam hati: adakah titik balik di mana virus mematikan itu dapat menjadi akselerator kehidupan? Dan 'hidup' dalam konteks ini artinya bukan berapa lama kita bernapas, melainkan seberapa bermakna kita mampu memanfaatkan hidup, mortalitas yang berbatas ini? Momen serupa saya alami ketika menghadiri peluncuran buku almarhumah Suzanna Murni, seorang aktivis HIV/AIDS yang mendirikan Yayasan Spiritia.

Saya terenyak dan terhanyut membaca buku Suzanna. Pertama, karena otentisitas dan kejujurannya. Kedua, karena Suzanna adalah seorang penulis yang sangat bagus. Dan kembali saya merenung, HIV bisa jadi hadiah terindah yang didapat oleh Suzanna Murni. Dengan mengetahui keberadaan bom waktu yang dapat menyudahi hidupnya setiap saat, Suzanna menggunakan energi dan waktunya untuk membangun, membantu, dan berkarya.

Sementara kebanyakan dari kita menjalani hari-hari seperti mayat hidup yang bergerak tapi mati, ada dan tiada, tanpa makna dan tujuan, tanpa menghargai keindahan dan keajaiban proses bernama hidup. Saya lalu kembali dihubungi oleh UNAIDS untuk menjadi mentor dalam program pelatihan menulis bagi para ODHA. Dan di sinilah untuk pertama kalinya saya berinteraksi dekat dengan teman-teman ODHA. Sejujurnya, saya merasa tidak perlu mencantumkan keterangan 'ODHA', yang seolah-olah memagari mereka dengan saya atau dengan orang-orang lain. Sama halnya seperti saya merasa tidak perlu mengatakan 'teman-teman leukeumia' atau 'teman-teman hipertensi'. ODHA pasti mati, saya yang bukan ODHA juga pasti mati. Bom waktu itu ada di mana-mana. Kematian adalah jaminan, sebuah kepastian. Caranya saja yang bervariasi, hasil akhir toh sama.
Di sebuah penginapan di Karang Setra, saya berkenalan dengan empat peserta program mentoring. Saya mengamati mereka satu per satu, yang kebetulan semuanya perempuan. Satu bertubuh kecil mungil. Dua peserta lain posturnya jauh lebih berisi ketimbang saya. Satu sedang mengandung enam bulan. Tugas demi tugas mereka lakukan dengan cemerlang, bahkan di luar dugaan. Hanya ada satu program yang kami terpaksa batalkan: menulis di kebun binatang. Pada saat itu isu flu burung sedang santer-santernya di kota Bandung, dan demi keamanan kondisi kesehatan mereka, kami memutuskan untuk tidak pergi. Barulah saya merasakan ada restriksi itu, kondisi-kondisi khusus yang membedakan ruang gerak kami. Selebihnya, tak terasa ada perbedaan sama sekali. Di luar dari isi tulisan mereka, tidak ada kesedihan atau keputusasaan yang terungkap.

Tak seperti reklame tentang ODHA yang selama ini beredar dan mengeksploitasi ketidakberdayaan, terkapar kurus kering kerontang menunggu ajal. Saya hanya berkenalan dengan pergumulan mereka lewat apa yang mereka tulis. Dari sanalah saya mencoba memahami beragam proses yang mereka lewati dengan HIV, terutama implikasinya terhadap semua yang mereka kenal keluarga, teman-teman, kekasih, dan seterusnya. Saat kami mengobrol langsung, yang ada hanyalah tawa. Dan saya tersadar, kekuatan itu bisa hadir karena mereka tahu bahwa mereka tidak sendiri. Konseling, penerangan, aktivitas, dan kebersamaan, dapat menyalakan pelita dalam diri mereka untuk menjadi kekuatan dan bukan menjadi yang terbuang.

Pada malam terakhir pelatihan, salah satu fasilitator berulangtahun dan merayakannya di restoran di Dago Pakar. Sebagaimana hari-hari mentoring, kami asyik mengudap sambil menghadap ke lembah kota yang menyala pada malam hari. Sambil mengobrol dan ketawa-ketiwi, kami mencicip-cicip makanan dan minuman satu sama lain. Hingga kami berpisah, saya kembali ke rumah, dan tiba-tiba telepon genggam saya berbunyi. Sebuah pesan masuk: Mbak, makasih ya buat malam ini. Kami terkesan sekali Mbak mau berbagi sendok dan sedotan dengan kami karena ortu saja belum tentu mau.

Terima kasih sudah menambah kepercayaan diri kami. Lama saya terdiam, memikirkan apa gerangan yang telah saya lakukan. Momen sepanjang di restoran itu rasanya berlalu wajar-wajar saja. Lama baru saya ingat, dalam acara saling coba-cobi tadi, saya telah menghirup minuman dari gelas memakai sedotan yang mereka pakai, lalu mencicip es krim dengan sendok yang mereka pakai. Lama saya termenung, mengenang sedotan yang sekian detik mampir di bibir saya, mengingat sendok yang sekian detik menghampiri lidah saya. Betapa hal kecil yang saya lewatkan begitu saja ternyata menjadi perbuatan besar dan berkesan di mata mereka. Dan barangkali demikian pula halnya dengan rangkaian keajaiban dalam hidup ini. Sering kita berjalan mengikuti arus tanpa sempat lagi mengamati keindahan-keindahan besar yang tersembunyi dalam hal-hal kecil yang kita lewati.

Kita menanti perbuatan-perbuatan agung yang tampak megah dan melupakan bahwa dalam setiap tapak langkah ada banyak kesempatan untuk melakukan sesuatu yang bermakna. Jika saja virus itu tidak ada dalam darah mereka, perbuatan spontan saya tidak akan berarti. Saya mungkin tidak akan dikirimi pesan itu, dan saya tidak akan merenungi hal ini. Pertanyaan saya di Ubud terjawab dengan sebuah pengalaman. Pada satu titik, virus itu telah menyentuh hidup saya. Menjadi akselerator kehidupan saya. Bukan untuk memperlama denyut jantung, tapi mengajarkan saya bahwa hidup itu amat berharga dan selalu kaya makna, andai saja kita memilih untuk mengetahuinya. Suzanna Murni tahu hal itu. Demikian pula para peserta mentoring tadi. Saya hanya berharap mereka terus mengingatnya, demikian juga kita. Pesan singkat itu dikirim tanggal 13 Mei 2006, dan masih saya simpan hingga hari ini.

(DEWI LESTARI)

Senin, 24 Februari 2014

Puisi : Celotehan Amblas

http://kerajaankatakata.files.wordpress.com/2011/08/celoteh.jpg
Kritikanmu bagaikan api yang membara
Panasnya tiada  tara
Pekerjaanmu sebagai pengacara
hah, pengangguran banyak acara ?

Berbagai artis yang telah kau kritik
Buatku tertawa tergelitik
Sekaligus sebal ingin mencekik

Kau selalu berkicau di twitter
Sensasimu seperti orang laper
Kau bicara seperti presenter
Tapi omonganmu tak seperti orang pinter

Haduh, dirimu itu
Apa kau tak  malu
Dengan sikapmu itu
Dengan Sebuah Celotehan
Yang tak pandang bulu

Kata Kata Untuk Sebuah Renungan

Walaupun bukan kata kata melainkan renungan, ini di share kan oleh ayah saya di Facebook, karena saya rasa bagus dan bisa buat renungan ya saya share aja disini, hehehe :)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbClz-ldoUGvVnhJ1zDUkcbdi9Dh-V0rKtgZEweX2U83-0KaNqSZo3YkmGQg5Sp0xi5B3cdUQVx7wO_1aHobgqcrmnVRohhQX6Hx9iPIp4HXwIA2OaBIv9-OeQSraaRMAjInnkSNwhjo0/s1600/sangat+berharap.jpg

 Aku minta kepada Allah setangkai bunga yg indah & segar .. tapi Allah memberiku kaktus yg berduri..

Aku minta kpd Allah binatang yg mungil dan lucu.. tapi Allah memberiku ulat berbulu..

Aku sempat bingung dan bertanya dalam hati.. Kenapa Ya Allah kok begini..??

Seiring bergulirnya waktu.. SUBHANALLAH kaktus itu berbunga indah menawan.. dan ulat pun berubah menjadi kupu-kupu yg cantik memukau..

Oooh... ternyata itulah penyelenggaraan Allah

Allah tidak memberi apa yg kita HARAPKAN, namun Allah memberikan apa yg kita BUTUHKAN. :)

Puisi : Selamat Tinggal Kegelapan (SUSILO BAMBANG YUDHOYONO)

 http://rri.co.id/Upload/Berita/SBY_27.jpg

Kutengadahkan tangan
di malam hari,
sendiri
dalam sunyi

Entah berapa banyak luka yang kutahan
dan koyaknya hati ini
ketika mereka memaki
menusuk dan merobek jantung harga diri
dalam amarah,
dan terkadang dengki

Tapi, apapun, harus kujalani
mengajak dan menuntun mereka
untuk terus mendaki,
atau mengarungi lembah-lembah sunyi penuh duri
dan menembus ombak tinggi ganasnya laut lepas

Karena aku tahu, jalan ini benar
buat mengucapkan
selamat tinggal kepada kegelapan,
dan terus melangkah
ke ujung cahaya terangnya kehidupan

Kata Kata Mutiara, di Sore Hari Ini

Berfikirlah untuk bisa meraih sukses, dan jangan berfikir untuk meraih keuntungan untuk diri sendiri.

Jengan melihat keatas, tapi lihatlah kebawah, dan jangan pernah lihat ke bawah tapi lihatlah yang diatas.

Sucikanlah wajahmu dengan sentuhan sentuhan air wudlu, dan tenangkanlah fikiranmu dengan bacaan-bacaan alqur’an.

Bersabar untuk sebuah perjalanan, maka kesuksesan akan menghampiri dengan sendirinya, Karena kesuksesan adalah sebuah perjalanan bukan tujuan.

Kita hidup tentunya bukan kemauan, tapi kita hidup untuk bisa mensyukuri apa yang diberikan sang kholik.

Jangan meminta kepada tuhan jika kita selalu meninggalkan perintahnya, tapi jika kita melakukan semua perintah yang diperintahkannya maka, meski kita tidak memintanya tuhan akan mengabulkan.

Keberhasilan bukan hasil daripada poya-poya, tapi keberhasilan hasil dari pada kerja keras kita.
Jangan pernah menganggap kesuksesan karena kerja kita, tapi bersyukurlah kepada yang diatas yang telah member kita kesuksesan.

Dalam ikhlas ada saat yang dapat menyelamatkan manusia dalam semua kehidupan.
Tak perlu menunggu menjadi hebat untuk meraih apa yang kita inginkan.

Ketika kehidupan tidak kamu jalani dengan penuh kesungguhan, maka kamu akan menjalaninya dengan penuh kelemahan.


Selalu jujur, karena kebebasan milik mereka yang jujur dan bijak. Orang yang berbohong tak bisa bebas, karena terperangkap kebohongannya.


Syukurilah kesulitan. Karena terkadang kesulitan mengantara kita pada hasil yang lebih baik dari apa yang kita bayangkan.

Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil , kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik. 

Ingatlah, ketika kamu memutuskan berhenti untuk mencoba, saat itu juga kamu memutuskan untuk gagal.


Hidup bukan tentang mendapatkan apa yang kamu inginkan, tetapi tentang menghargai apa yang kamu miliki, dan sabar menanti yang akan menghampiri.

Seorang teman yang bijak tak akan mengecilkan impian temannya yg lain. Tapi sebaliknya, dia akan membantu mewujudkan semua impian temannya itu.

Orang-orang yang paling berbahagia tidak selalu memiliki hal-hal terbaik, mereka hanya berusaha menjadikan yang terbaik dari setiap hal yang hadir dalam hidupnya.

Jangan terus-terus tenggelam dalam kesedihan. Senyumlah, senyum untuk menjemput kebahagiaan, jangan menunggu bahagia baru tersenyum.

Mulutmu harimaumu. Kata kata yang keluar dari mulutmu mencerminkan kualitas dirimu.

Tak seorang pun punya kemampuan tuk melakukan hal sempurna, tapi setiap orang diberi banyak kesempatan tuk melakukan hal yang benar.


Berhentilah menghakimi masa lalu seseorang. Lebih baik berdirilah disampingnya, bantu dia memperindah masa depannya.

Tak ada kata terlambat tuk berubah, kesalahan apapun yang pernah kamu buat di masa lalu, kamu bisa menjadi seseorang yang baru saat ini.

Setia adalah kesopanan yang hanya dimiliki oleh orang yang ingin membahagiakan masa depannya. 

Meski pernah terluka, jangan pernah berhenti mencinta, layaknya balita yang baru belajar berjalan, pasti awalnya akan ada luka yang sakit.

Pada waktu anda memberi ruang di hati anda untuk kebencian, maka anda sebenarnya sedang memberi pupuk bagi penderitaan batin.

Orang terkuat bukan mereka yang selalu menang, melainkan mereka yang tetap tegar ketika mereka jatuh.
Mengukir prestasi itu mudah, tetapi mempertahankan prestasi itu yang sulit.

Lakukanlah yang terbaik dalam sebuah kesempatan. Karena mungkin itu kesempatan terakhirmu, yang tak akan bisa kamu dapatkan lagi selamanya.

Setiap pekerjaan dahulukan dengan doa, niscaya akan lancar.

Menyabut paku yang tertancap pada kayu tidaklah cukup, karena tancapan paku tersebut masih menyisakan lubang. Mengampuni saja tak cukup jika tidak memperbaiki hati.

Mengucapkan kata kata lebih mudah dibanding bertindak. Karenanya, orang yang bijak adalah orang yang mampu mebuktikkan ungkapannya.

Cinta yang baik juga harus bisa membuatmu menjadi lebih baik dari sebelumnya. Bila cintamu membuat hidupmu lebih buruk, maka jangan takut untuk melepaskannya pergi.

Ada dua perkara yang tidak lepas dari dusta, yaitu terlalu banyak berjanji dan terlalu keras mencari sebuah alasan.

Si Kabayan Jadi Hakim

sebenernya sih ini drama, tapi kok malah cerpen, alah gak apa apa lah, hehehehe
Si Kabayan Menjadi Hakim
 http://profile.ak.fbcdn.net/hprofile-ak-snc4/49541_100000448357879_8599_n.jpg
Aki sahri membawa ikan emas yang besar, membawa alat terus memanggil Nini unah.
Aki sahri    : Nini !nini! lihat kesini, aki membawa apa ?
Nini unah datang dari dalam rumah
Nini unah   : wah, ikan emas ! hasil memancing ini the. Aki ?
Aki sahri    : iya, memang apa lagi ? gak mungkin beli, ini buktinya, pancingan dan sisa umpan
Nini unah   : sudah lama kita tidak memakan ikan emas, kita goring saja ya aki? Sampai garing, kebetulan masih punya minyak
Aki sahri    : mau juga dipepes, nini, seperti tidak biasa ikan mas besar, kalau digoreng tidak mau garing
Nini unah   : jangan sok tau sama perempuan mending digoreng biar cepat, mudah lagi, tinggal di cuci, tinggal dipotong, kasih garam sama asam, langsung digoreng, tidak seperti dipepes harus ambil daun pisang dulu, lama kan perut udah lapar !
Aki sahri    : mending dipepes ! dalemannya dipisahkan lalu dipepes sama nasi, katanya harus metik daun biar saya yang metik.
Nini unah   : mending digoreng, dasar aki aki
Aki sahri    : dasar nenek nenek malas !
Nini unah   : ih siapa yang malas ?
Aki sahri    : emang bener malas, disuruh pepes ikan juga gak mau,apa susahnya ? tinggal dibungkus pake daun terus dimbun pake abu !
Nini unah   : abunya juga dingin ?
Aki sahri    : apa susahnya tinggal nyalain api, sekalian masak nasi, kayu bakar banyak beras ada, sekali kali bikin senang suami
Nini unah   : iya, situ senang saya disini kecapean
Aki sahri    : pokoknya kata saya pepes, pepes ! dimana mana juga seorang suami harus taat pada suami
Nini unah   : suaminya saja mau menang sendiri, tidak sayang istri, terus saja ngasih kerjaan ! nyeduh kopi, masak nasi, cuci baju, cuci piring, hidup belum merasakan kesenangan
Aki sahri    :itu malah cerita yang enggak enggak, kalau bilang kecapean apalagi saya lebih cape, setiap hari banting tulang harus mencari nafkah, kamu mah sudah tau ada tidak perlu keluar rumah
Nini unah   : banting tulang bagaimana ? tetap saja susah

Lagi begitu datang si kabayan dan nyi iteung lewat mendengar orang yang bertengkar, mereka lalu menghampiri

Kabayan    : ada apa ini rame sekali ?
Aki sahri    : ini kabayan, nini nini kurus Cuma disuruh pepes ikan gak mau !
Nini unah   : kamu kakek kakek kurus ! malah lebih kurus, kuruuus banget
Nyi iteung  : sudah sudah ! mempermasalahkan apa sebenarnya
Aki sahri    : saya pulang mancing, kebetulan dapat ikan emas besar, saya mau dipepes, sebab kata orang ikan emas lebih enak dipepes pake bawang, pake salam, pake sereh, dan pake kemangi, dalemannya dipisah, dipepes pake nasi !
Nini unah   : digoreng juga enak, sampai garing
Aki sahri    : tuh kan kabayan dasar nenek nenek pemalas, ! mau mudah saja tinggal masukin saja ke dalam minyak panas
Nini unah   : aduh, udah bilang malas lagi !
Aki sahri    : kan benar, mana begitu juga malas betul tidak kabayan ?
Kabayan    : sudah sudah ! stop stop, malu kan sudah pada tua, ini gara gara ikan kurang ajar, supaya tidak terus terusan, bagaimana kalau begini sekarang mah..
Aki sahri    : ini bagaimana, kabayan ?
Kabayan    : agar tidak bertengkar lagi lebih ikan mas ini kita, kalau sudah tidak ada aki dan nini tidak bertengkar lagi, ibarat penyakit, kalau sudah dibuang penyakitnya langsung sembuh
Nini unah   : Benar juga kek, kata si kabayan..
Kabayan    : gak mungkin salah kabayan…
                   Apa artinya ikan mas ? mau digoreng atau di pepes, gak mungkin enak kalau buat pertengkaran…
Aki sahri    : iya, yah kabayan, Cuma gara gara ikan mas aki dan nini jadi bertengkar, iya lebih baik dibuang, ya nek, ikan kurang ajar..
Nini unah   : benar, mending buang sampai jauh jauuuh,. Jauuuh..
Nyi iteung  : kalau urusan buang ikan biar saya urus. Nini dan aki diam saja dirumah, percayakan ke saja, saya buang jauh….jauh… supaya tidak bisa pulang lagi kesini
si kabayan dan nyi iteung pun pergi dan berpura pura membuang ikan tersebut, tetapi mereka malah 
membawa pulang ke rumah dan menggorengnya :D