Selasa, 18 Maret 2014

Teko Jepang

     https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRzAV3PjoBNoVkFUtf2tWr1cqalZ3lnMKfUJUFx-XE4xyiJGkGKI1HXPctgd-5k-W0iTioXl5DDVqDAyw0xT1MgAV5balgGTiKL7SDzhrpWydDSmwZVqcxU8RFpy1BLQ-G2XklMPOk-J0/s640/20131107_153428.jpg

Didepan mister tammy, widodo membuka bungkusan teko antuknya, juga tetap dengan hati-hati. Teko itu dibungkus dengan handuk besar yang halus, disana-sini beberapa puluh peniti menusuki handuk itu tangan lelaki itu gemetar. di kepalanya terkhayal uang jutaan rupiah yang menggodanya, kemudian mobil mengkilap dan rumah baru.

Setelah peniti dilepas, dibukanya handuk itu sehingga tampak sebuah teko yang bagus sekali bentuknya seekor naga meliliki teko itu, halus menyebul dipermukaan. mata naga itu bersinar kuning keemasan, kemudia, disisi naga, duduk beberapa orang bermata sipit dalam pakaian upacara kebesaran dengan warna-warna cemerlang. dan antara sembulan tubuh naga dan permukaan teko yang halus tadi terdapat garis kuning emas sebagai pemisah dunia atas dari dunia bawah, ekor hijau naga itu memakai mahkota yang tersungging di tutup teko ajaib itu

Lama widodo membiarkan korbannya takjub, dilihatnya bagaimana maister tommy melotot seolah-olah berhadapan dengan karya seni yang terbesar didunia. "alangkah menakjubkan!" bisiknya.

Widodo membalas dengan bisikan pula, "tepatnya, mister, teko ini dibuat di tiber oleh salah seorang seniman yang khusus dipesan oleh sri maharaja nang. seorang tua telah memilikinya di palembang. jadi teko ini telah raja berikan kepada dutanya yang dikirim ke sriwijaya.

"Teko ini untuk upacara minum teh. sebuah jamuan kenegaraan antara tiongkok dengan semua negara sahabat!"
"Berapa harganya?" tanya mister tommy tanpa menyentuh.
"lima belas juta, mister. halus sekali. sentuhlah!"
"Tidak, aku tak berani menyentuh benda antik seindah itu."
"Usia teko ini sudah 18 abad, mister. alangkah ajaibnya, 18 abad!"
"Indahnya, mister. alangkah indahnya. lihatlah mata naga ini! seolah memancarkan sina gaib dari alam khayal. aku gemetar setiap kali memandangnya. lima belas juta tidak mahal untuk teko seindah ini, mister." jawab widodo sambil melihat mata naga."mister pecinta keindahan, bukan?" sambungnya pula.
"Ya memang. tapi uangku tidak sebanyak itu. kekayaanku lebih banyak berupa benda-benda yang bergerak dan tak bergerak."
"Rumah dan Mobil?"
"dan pabrik! telah lama aku punya keinginan untuk membuat koleksi benda-benda kesenian. lukisan affandi, rull atau nashar, atau patung-parung cokot dan sidharta. saya belum sempat mengagumi mereka, tapi sering kubaca di surat-surat kabar. mestinya mereka itu punya karya-karya yang pantas saya jadikan koleksi pribadiku." jawab mister tammy alias sutomo.
"tentu, mister. tentu! mereka itu tentu punya karya yang lumayan meskipun kebanyakan mereka itu sinting. tapi kembali ke teko ini, saya tidak keberatan jika diganti dengan rumah dan uang, tentunya. beras di rumah telah habis. mister, maafkan jika saya terlampau terus terang."
"tak bisa kurang sedikit?"
"tentu saja bisa, mister. dalam perdagangan, seperti tuan maklum, harga bisa damai. apalagi, mister pencinta benda seni!"

Tammy tak mendengarkan lebih lanjut, dengan tangkas dia bangkit kemudian ke belakang. dia menulis sepucuk surat untuk tuan wahyono, ahli keramik sebelah rumah. dia suruh pelayannya cepat mengantarkan surat itu.

"Aku minta bantuan tuan wahyono untuk menilai harga teko ini. dia adalah ahli keramik. rumahnya di sebelah itu," ujar tammu setelah duduk di dekat tamunya.
...

"Berapa kira-kira harganya?" tanya tammy tiba-tiba.
"Begini tam," sahut wahyono si ahli keramik.
"Teko ini murah sekali. tetapi sepuluh abad lagi akan sangat mahal. ini adalah teko yang dibuat jepang pada tahun empat puluhan dan dibawa kemari. tentu saja harganya murah. kira-kira dua ribu peraklah, begitu. ini bukan benda kuno sama sekali, kecuali sepuluh abad lagi, kelak!"

Baik tammy maupun widodo mulai menyadari bahwa keduaanya amat terkejut. impian masing masing telah buyar teko yang bisa menangis dan selamat tinggal kemelaratan! datanglah tuan wahyono membangunkan mereka dengan kata-kata yang sedemikian datar dan angin, sehingga widodo merasa beku seketika.

"Sungguh? bukan buatan dari dinasti nang delapa belas abad yang lalu teko ini?"
"Bukan. ini buatan jepang. indah, tapi dari tahun 40-an."
tuan wahyono bangkit. pulang.

Sejak hari itu Widodo sering berlarian di jalan sambil berteriak-teriak, teko jepang itulah yang membuatnya jadi runyam.

Isteri dan anak-anaknya tetap saja terkurung di gubuk itu. dialah istri yang telah kehilangan seorang lelaki yang dengan gigih mau membawa pulang satu ton kebahagiaan buat diri dan anak-anaknya.
Tapi sebagaimana biasa, sia sia adanya.

oleh : Yasso Winarto

0 komentar:

Posting Komentar