Sabtu, 15 Maret 2014

Ucapan Sayang Di Keningku

http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/01/1325946275473975953.jpg
Kereta api senja memasuki Yogyakarta, ketika pagi berkabut. Kendaraan yang meliuk liuk seperti ular sanca itu datang lebih awal dari biasanya. Tiada jemputan, tiada senyum yang melambai menyambut kedatangan galih

Dia mengerti bahwa orang-orang disekitarnya tak menyenanginya, dan ia tak menjadi kecil hati, sekalipun ia menyadari kesalahannya, hanya eyang satu satunya yang lahir batin menyayanginya. Sedang romo dan ibu kedua orang tuanya itu, sungguh galih tak mengerti jalan pikiran mereka

Siapakah yang bersalah ? pemuda itu memaklumi, tak seorang pun yang ingin mencelakakan anaknya begitu juga ayahnya. Galih juga berdebat dalam hati, tak satu orang pun ingin mendurhakai orang tuanya dengan sengaja dan bila mereka saling berselisih pendapat, itu pun lumrah.

Becak yang ditumpangi memasuki lorong, terkejut ia, ketika tukang becak menanyakan di mana rumahnya. Tiba-tiba kampong halaman itu sudah tampak di depan hidungnya.

“Stop ! stop !”
Ia merasa kantong bajunya. Hanya ada selembar ribuan.
“duitnya, eyang. Cepet sedikit, marah nanti orangnya,” desak galih
“Ee, bocah gagah tak punya duit,”gerutu eyang neneknya sambil merogoh tali pinggangnya. Ada uang receh menyelip disana, terbungkus selembar saputangan

Pagi itu, ketika ia menumpangi kereta ke yogya, ia ingin mengabarkan kepada ibunya bahwa dia telah meraih cita-citanya yang telah lama diperjuangkannya. Kebanggaan itu akan disampaikan langsung, sebelum orang lain tahu.

“Bu rukmini, bu rukmini.”
Seorang perawat memanggil seorang perempuan kurus yang sedang menjahit. Wanita itu menoleh.
“itukah ibuku?yang dulu menjerit-jerit bila kudekati?” piker galih
“coba, ingat tidak ibu pada pemuda tampan ini?” Tanya perawat lagi.
Aaaah. Ibu tersenyum. Galih cepat memeluk perempuan yang dicintainya itu. Mereka berdua menangis.
“ibu,,”
“kau galih, anakku.” Ucap wanita itu pelan

Galih mengangguk sambil menciumi pipi perempuan itu. Seribu entah sejuta rasa, bersimpang siur di dadanya.

“ibu, ayo pulang. Galih ingin merawat ibu.”
“kau tak nakal lagi?” “galih sudah jadi dokter bu.!”
“dokter ? galih bekas morfinis itu kini telah menjadi dokter?”
“galih tahu, ibu pasti belum percaya. Tapi pasti sekarang kita akan berkumpul lagi, dengan eyang, juga romo. Maafkan galih, bu!”

Perempuan itu menangis. Ia betul betul menangis. Bukan karena sedih atau kecewa. Tetapi karena perasaan bahagia.

0 komentar:

Posting Komentar